Preloader
Binokular Hubungi Kami
Testimoni

Konversi Kritik Menjadi Dukungan ala Purbaya

Siang itu, sebuah nomor berdering di ponsel Purbaya Yudhi Sadewa yang masih menjabat sebagai Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Lewat suara di seberang, Purbaya diberitahu penelepon bahwa ia akan dilantik menjadi Menteri Keuangan dalam kurun waktu dua jam lagi. Purbaya tidak ambil pusing. Kepada media, Purbaya berseloroh “Kirain lagi ditipu.”

Rupanya ucapan penelepon benar. Pukul 14.00 WIB, Purbaya dilantik sebagai Menteri Keuangan menggantikan Sri Mulyani Indrawati. Pelantikan Purbaya merupakan bagian dari perombakan Kabinet Merah Putih yang dilakukan pada Senin (8/9/2025) di Istana Negara, Jakarta. Selain Purbaya, hadir juga nama lain, yakni Mukhtarudin sebagai Menteri Perlindungan Pekerja Migran, Ferry Joko Yuliantono sebagai Menteri Koperasi, Irfan Yusuf sebagai Menteri Haji dan Umroh, serta Dahnil Anzar Simanjuntak sebagai Wakil Menteri Haji dan Umroh.

Branding Sang Menteri

Awal jabatan Purbaya tidak mulus, bahkan diwarnai beberapa blunder. Di tengah buruknya sentimen publik pada pemerintahan pasca-demonstrasi besar yang turut menewaskan Affan Kurniawan, anak Purbaya membuat keributan di media sosial dengan mengunggah story keberhasilan ayahnya menggeser “agen CIA” Sri Mulyani sebagai menteri keuangan.

Tentu saja, story ini cuma lucu-lucuan anak usia tanggung, atau bahasa kerennya “shitposting”. Tapi, anak Purbaya, Yudo Sadewa bisa jadi lupa, per sore itu dia adalah anak menteri keuangan yang tindak-tanduknya akan selalu disorot netizen. Unggahan itu lalu dihapus dan Yudo langsung membuat video permintaan maaf.

Sore harinya, giliran Purbaya yang membuat blunder langsung. Saat tampil di konferensi pers pertama sebagai Menkeu, Purbaya yang didampingi Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono sempat membuat seisi kementerian bergidik. Pasalnya, Purbaya menyebut tuntutan 17+8 dari masyarakat sipil sebagai tuntutan sebagian kecil masyarakat. Ia juga yakin tuntutan itu akan hilang secara otomatis, begitu dia berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi 6 hingga 7 persen. Sebab ketika pertumbuhan ekonomi mencapai angka 6-7 persen, ujar dia, masyarakat akan sibuk mencari kerja dan makan enak dibanding memilih berdemonstrasi. 

Momen ini diabadikan rmol.id dengan cukup apik. Thomas Djiwandono yang berada di sisi kiri Purbaya, dengan gestur menutup mulut rapat-rapat seakan memberi tahu atasannya untuk tidak sembarangan berbicara. Terlebih, di tengah situasi yang saat itu sedang sensitif.

Baru dua hari menjabat, Purbaya sudah bergelar menteri koboi karena gaya bicaranya yang tanpa tedeng aling-aling. Purbaya menjadi pembeda dari para pendahulunya yang cenderung konservatif dan irit bicara. Akibat gaya koboi-nya ini, Purbaya sempat diingatkan Komisi XI DPR RI agar lebih berhati-hati dalam memberi pernyataan.

Dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI (10/9), Purbaya mengatakan bakal menyesuaikan gaya bicaranya dengan tanggung jawab sebagai Menteri Keuangan. Sebelumnya, ia mengaku memiliki fleksibilitas yang lebih tinggi dalam berbicara ketika menjabat sebagai Ketua Dewan Komisioner LPS. Maka dari itu, Purbaya memilih untuk menyampaikan sesuai dengan naskah yang telah disiapkan oleh staf Kemenkeu.

Bagi pemerintah, gaya bicara Purbaya yang lugas, spontan, dan terlihat jujur seperti menyimpan potensi bahaya. Terlebih, setelah rumah beberapa pejabat seperti Ahmad Sahroni, Uya Kuya, Eko Patrio, dan pendahulunya Sri Mulyani digeruduk massa karena ucapan mereka yang dinilai tidak berempati. Pemerintah khawatir dengan gaya Purbaya yang arah pembicaraannya sulit ditebak.

Bagi Purbaya, tidak ada yang baru dalam gaya bicaranya. Menurut pengakuannya, Purbaya terbiasa berbicara lepas bahkan ketika mengemban jabatan publik seperti Ketua LPS. Disadari atau tidak, personal branding Menkeu Purbaya sedang dibentuk dangan gaya bicara lugas, cenderung keras, tapi jujur. Purbaya menjadi sosok segar yang diharapkan membawa arah baru kebijakan ekonomi. Gaya lugas Purbaya juga diapresiasi Mahfud MD, mantan Menkumham era Presiden Joko Widodo. Menurut Mahfud, gaya kepemimpinan ekonomi Purbaya cukup progresif, berani, tapi tetap membumi.

Harapan Baru Fiskal dan Industri

Bagi dunia usaha, kehadiran Purbaya membawa gairah baru kebijakan fiskal yang lebih longgar. Terutama sektor rokok yang selama ini tertekan kebijakan pungutan cukai Sri Mulyani. Pada hari pertama pelantikan, saham-saham rokok seperti HMSP, WIIM, dan GGRM, kompak terbang hingga menyentuh auto-reject atas (ARA) menanti kebijakan baru sang menteri.

Selama ini, tarif cukai hasil tembakau (CHT) sudah membuat industri rokok dan para pekerja menjerit. Kenaikannya sebesar 10% per tahun untuk setiap segmen rokok. Hasilnya, hingga Juli 2025, penerimaan CHT tercatat mencapai Rp121,98 triliun, meningkat 9,6% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Namun, kenaikan penerimaan negara ini berbanding terbalik dengan megap-megapnya industri rokok. Gudang Garam bahkan untuk pertama kalinya mencatatkan rugi di kuartal II-2025. Selama semester 1-2025, laba bersih Gudang Garam anjlok 87,3% menjadi Rp117,16 miliar dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Fakta ini menjadi catatan Purbaya untuk mengembalikan kondisi ekonomi dari sektor rokok yang melibatkan banyak pekerja. Purbaya bahkan menyebut pungutan cukai yang mencapai 60% dari harga jual rokok sebagai “firaun” bagi pelaku industri. Sebagai langkah awal, Purbaya memastikan tidak ada kenaikan tarif cukai rokok untuk tahun 2026. Purbaya juga gencar memerangi rokok ilegal dengan melibatkan Bea Cukai dan pengelola lokapasar untuk menindak penjual rokok-rokok non cukai yang juga menggerus pendapatan rokok bercukai resmi. Jika kedua upaya ini berjalan lancar, industri rokok akan lebih sehat, penerimaan negara lancar, dan perekonomian kembali berputar.

Selain dihantam persoalan cukai, Purbaya juga kelimpungan menghadapi protes para kepala daerah yang mengalami pemotongan dana Transfer ke Daerah (TKD) secara signifikan. Setelah ramai protes pemotongan dana TKD yang berujung pada pengurangan layanan publik, pemerintah dan DPR sepakat untuk menambah TKD dari semula Rp 650 triliun menjadi Rp 693 triliun. Purbaya menjelaskan kenaikan anggaran sebesar Rp 43 triliun tersebut sudah disesuaikan dengan pemasukan dari daerah. Kenaikan pun juga diperuntukan menjaga stabilitas sosial dan politik daerah.

Kebijakan Purbaya lain yang cukup kontroversial adalah penempatan uang negara di bank-bank Himbara senilai Rp200 triliun. Uang itu adalah dana negara yang dititipkan ke bank BUMN untuk diputar menjadi kredit murah dan disimpan pemerintah dalam skema deposito on call. Purbaya berharap, injeksi likuiditas ini bisa disalurkan ke masyarakat sebagai kredit produktif yang pada akhirnya bisa mengungkit perekonomian.

Berbagai manuver ini disikapi beragam. Bagi para ekonom dan pakar, langkah progresif Purbaya dinilai asal-asalan dan cukup berisiko. Penyaluran dana Rp 200 triliun misalnya, justru berpotensi menjadi kredit macet saat permintaan melemah. Sebab, selama ini kesulitan yang dialami adalah pelemahan permintaan kredit, bukan kesulitan likuiditas. Belum lagi persoalan karakter Purbaya yang kerap berbicara spontan.

Jangkara melakukan actor mapping di media massa dan media sosial untuk mencari tahu lebih jauh posisi para ekonom dan pejabat pemerintah dalam penunjukkan Purbaya. Hasilnya ditemukan delapan ekonom dan tokoh publik yang aktif mengkritisi manuver Purbaya, dan 13 tokoh yang mendukung penunjukkannya sebagai Menteri Keuangan.

Salah satu tekanan datang dari Direktur Celios, Bhima Yudistira yang mengkritik Purbaya agar tidak over-confidence dalam memberikan proyeksi ekonomi. Jangan sampai target “asal bapak senang” justru menjadi blunder ekonomi yang semakin menyulitkan negara. Selain itu, salah satu kebijakan Purbaya yang paling banyak dikritik adalah penempatan Rp 200 triliun uang negara di bank-bank Himbara. Oleh Didik J. Rachbini, Rektor Universitas Paramadina, kebijakan ini disebut melanggar tiga undang-undang sekaligus.

Meski demikian, pendukung Purbaya juga tidak kalah banyak. Purbaya mendapat endorsement dari kedua atasannya, mantan presiden Jokowi dan Ketua Dewan Ekonomi Nasional sekaligus bekas atasannya di Kemenko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan. Di lingkaran Istana, Purbaya juga dikenal sebagai orang dekat Luhut. Tidak heran, dukungan kepada Purbaya muncul dari kedua tokoh kawakan tersebut. Selain itu, yang sudah pasti mendukung adalah para taipan dari sektor rokok yang belakangan ini menemukan titik terang dari Purbaya setelah dipastikan tidak ada kenaikan cukai untuk tahun 2026.

Apresiasi khusus bahkan diberikan ekonom Trimegah Sekuritas, Fakhrul Fulvian yang menyamakan Purbaya dengan Mariner Eccless. Tokoh ekonomi Amerika Serikat yang menjadi nahkoda kebangkitan ekonomi Amerika Serikat setelah Depresi Besar 1930 meluluhlantakkan fondasi perekonomian global. Eccles, dengan cara pandang barunya yang berani menembus pagar, berhasil memperbaiki fundamental ekonomi Amerika Serikat. Hal yang diharapkan juga terjadi pada diri Purbaya.

Purbaya, dengan gaya koboi-nya dipuji sebagai figur yang cocok untuk mewujudkan target ekonomi Presiden Prabowo yang juga tidak kalah ambisius, sebesar 8 persen per tahun. Sri Mulyani yang cenderung konservatif dan sangat menjaga ruang fiskal, dinilai tidak cocok dengan target progresif Prabowo. Bagi ekonom yang mendukungnya, Purbaya dinilai sebagai sosok yang tepat.

Antitesis Sri Mulyani

Menariknya, gaya blak-blakan Purbaya yang dikhawatirkan para koleganya justru disukai publik. Tahu, meski dikritik banyak pihak, Purbaya tidak berusaha mengubah gaya bicaranya yang terkesan koboi. Jangkara menggali percakapan warganet di media sosial Instagram, X, dan TikTok selama sebulan terakhir (8 September – 8 Oktober 2025) melalui mesin big data media sosial Socindex. Hasilnya ditemukan 24.444 unggahan yang berkaitan dengan Purbaya, 932.776 komentar, 3.853 retweet tentang Purbaya, dan Purbaya disebut sebanyak 2.940 kali.

Di Twitter, engagement Purbaya cukup tinggi dengan 173.555 engagement selama satu bulan terakhir. Meski demikian, lonjakan engagement terjadi di hari pertama pelantikan berkat sejumlah kontroversi dari Yudo Sadewa maupun Purbaya sendiri.

Setali tiga uang, di awal-awal penunjukannya, publik juga skeptis terhadap Purbaya. Warganet berasumsi Menteri Keuangan yang baru terlalu banyak bicara alih-alih membuktikan janji-janjinya. Di masa awal ini, sentimen negatif cukup tinggi, tapi secara perlahan Purbaya berhasil mengonversinya menjadi dukungan berkat gaya bicara yang lugas dan menjadi pembeda di antara menteri-menteri lain yang cenderung kaku.

Uniknya, ada kontradiksi tipe cuitan yang paling banyak mendapat likes. Hasil pengamatan Socindex menunjukkan, cuitan dari akun menfess @tanyakanrl tentang “falsafah hidup” anak Purbaya menjadi cuitan yang mendapat likes tertinggi dengan hampir 13 ribu likes. Cuitan ini mengkritik sikap anak Purbaya yang terkesan merendahkan nasib orang-orang miskin dengan menyebut mereka malas. Padahal, siapapun tahu, kemiskinan di Indonesia hampir seluruhnya struktural.

Cuitan terpopuler kedua datang dari Mahfud MD. Lewat cuitannya, sang mantan menteri memuji kebijakan Menkeu terbaru dengan tidak menambah aneka pungutan pajak seperti pendahulunya. Dia juga mendukung gerakan bersih-bersih Purbaya di beberapa lahan basah Kementerian Keuangan seperti Bea dan Cukai, tempat yang selama ini menjadi sarang korupsi.

Kedua cuitan di atas menjadi gambaran betapa kontradiktifnya sikap masyarakat pada awal Purbaya memimpin (gambar atas) dengan fenomena belakangan ini saat warga mulai menunjukkan dukungan ke Purbaya. Beberapa kebijakan pro-rakyat Purbaya di bidang perpajakan dan cukai, mendapat apresiasi masyarakat dan pelaku usaha.

Lalu, apakah dukungan warganet di media sosial organik? Berdasarkan analisis bot Socindex, mayoritas komentar dan cuitan di X tentang Purbaya datang dari human. Cuitan-cuitan itu orisinal, tidak diorkestrasi, dan organik. Analisis secara manual dengan memverifikasi komentar juga mendukung temuan itu.

Jangkara lalu mengambil sampel 47.558 konten dan komentar dari X, Instagram, dan Tiktok untuk dianalisis persepsi warganet terhadap Purbaya Yudhi Sadewa. Komentar-komentar itu diberi label sentimen. Sentimen positif untuk komentar yang mendukung Purbaya, sentimen negatif untuk komentar yang menyerang Purbaya, dan sentimen netral untuk komentar-komentar netral.

Hasilnya, sebanyak 16.173 komentar berisi dukungan terhadap Purbaya. Angka itu mewakili 34% dari seluruh komentar warganet, lebih tinggi ketimbang komentar negatif yang menyerang Purbaya sebanyak 9.340 komentar atau 20% dari seluruh konten. Terakhir, komentar netral sebanyak 22.045 atau 46% dari seluruh komentar yang diperiksa.

Tingginya dukungan publik terhadap Purbaya tentu tidak terbayangkan saat pertama kali Purbaya mengambilalih kursi menteri. Kritikan dan berbagai blunder yang menyertai, ternyata berbalik dukungan terhadap dirinya. Analisis komentar warganet menunjukkan mereka berbalik mendukung Purbaya karena gaya bicaranya yang lugas, spontan, dan bisa menyampaikan sesuatu yang teknokratis ke bahasa yang mudah dipahami.

Komentar di atas menjadi contoh dari sekian banyaknya komentar warganet yang awalnya mencibir Purbaya, lalu mengonversinya menjadi dukungan. Publik mengakui, Purbaya adalah sosok out of the box yang dibutuhkan untuk mendobrak stagnasi ekonomi yang selama ini terlalu konservatif. Dibutuhkan sosok koboi untuk menjinakkan perekonomian.

Epilog

Purbaya membuat blunder di hari pertama pelantikannya. Publik langsung menilainya sebagai menteri arogan, nirempati, dan tidak realistis. Belakangan, kritikan itu berhasil dikonversi Purbaya menjadi dukungan tanpa perlu merubah personal branding. Gaya bicaranya disukai publik karena dianggap jujur, plus berbagai kebijakan yang dianggap pro-rakyat. Adil rasanya memberi waktu bagi Purbaya untuk membuktikan janji-janji manisnya.

Kontributor

Analisis Lainnya

Dari Loyalitas ke Toxicity: Tipisnya  Batas Antara Rasa Kagum dan Fanatisme

Siapa sangka sebuah candaan sederhana bisa berujung jadi drama di media sosial? Semua bermula dari unggahan yang membandingkan wajah RM…

Gelar Pahlawan Soeharto: Antara Gema ‘Bapak Pembangunan’ dan Dinding ‘Pelanggaran HAM’ di Media Sosial”

Peringatan Hari Pahlawan tahun 2025 tampaknya menjadi momen yang agak spesial dibanding pada tahun-tahun sebelumnya. Bagaimana tidak? Dari 40-an nama…

Gaduh Konten Dedi Mulyadi Mencoreng Reputasi Aqua

Menggunakan sedan Mercedes-Benz E-Class E300 Coupe miliknya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi melakukan kunjungan ke pabrik milik Danone Aqua di…

Siapa yang Benar? Menilik Berbagai Survei Kinerja Setahun Prabowo-Gibran

Tanggal 20 Oktober 2025 menandai satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dengan Kabinet Merah…

Dampak Senyap dari Udang Beku Cikande

Bagaimana jika makanan yang selama ini kita anggap aman ternyata membawa ancaman tak kasatmata? Di tengah panasnya isu makan bergizi…

Membaca Ulang Pidato Kontroversial Prabowo di PBB tentang Palestina

Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto kembali menegaskan dukungan Indonesia untuk kemerdekaan Palestina dan implementasi solusi dua negara (two-state solution). Hal…

Gagal Paham Negara Soal Anarkisme: Dari Stigma “Anarkistis” hingga Kriminalisasi Buku 

Setiap kali jika demonstrasi di Indonesia berujung ricuh, kepolisian hampir selalu menggunakan istilah “anarkistis” untuk menjelaskan peristiwa tersebut. Kosakata ini…

Kinerja TNI-Polri dan Evolusi Ketakutan Sipil

Ketika perang saudara di Inggris tahun 1642-1651, filsuf Thomas Hobbes tinggal di Prancis, mengerjakan karya filosofisnya yang dikenal sebagai mahakarya…

Pantang Mundur MBG di Tengah Banjir Kritikan dan Keracunan Massal

MBG atau yang diketahui sebagai program Makanan Bergizi Gratis masih menjadi topik yang terus diperbincangkan oleh masyarakat. Agaknya selalu ada…

17+8 Tuntutan Rakyat: Sebuah Pekerjaan Rumah Untuk Negara

Gelombang demonstrasi massa sedang melanda seluruh Indonesia. Demo massa yang dimulai dari tanggal 25 Agustus ini, telah menyebar bagai api…