Dari Loyalitas ke Toxicity: Tipisnya Batas Antara Rasa Kagum dan Fanatisme
Siapa sangka sebuah candaan sederhana bisa berujung jadi drama di media sosial? Semua bermula dari unggahan yang membandingkan wajah RM…
Bagaimana jika makanan yang selama ini kita anggap aman ternyata membawa ancaman tak kasatmata? Di tengah panasnya isu makan bergizi gratis (MBG), isu udang beku yang diduga terpapar zat radioaktif Cesium-137 di kawasan industri Cikande, Serang, Banten, menjadi titik awal dari gelombang kekhawatiran publik yang meluas di media massa dan media sosial.
Isu kontaminasi udang beku oleh Cesium-137 ini pertama kali mendapat sorotan setelah otoritas pengawas makanan dan obat Amerika Serikat, FDA melaporkan temuan pada produk udang ekspor dari PT Bahari Makmur Sejati (BMS) di Cikande. Pemberitaan ini semakin memanas setelah Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengonfirmasi adanya jejak radioaktif di Kawasan Industri Modern Cikande, Kabupaten Serang, Banten tersebut.
Temuan tersebut menjadi alarm keras bagi pengawasan pangan dan lingkungan di Indonesia. Dalam konteks industri modern yang kian kompleks, peristiwa ini mengingatkan bahwa risiko kontaminasi bahan berbahaya tidak hanya datang dari kelalaian teknis, tetapi juga dari lemahnya tata kelola limbah dan pengawasan lintas sektor.
Zat Cesium-137, yang umumnya digunakan dalam peralatan industri dan medis, seharusnya tidak memiliki jalur menuju bahan pangan. Fakta bahwa unsur ini terdeteksi di kawasan industri menunjukkan adanya celah serius dalam sistem pengawasan yang seharusnya menjamin keselamatan masyarakat. Cesium 137 adalah unsur radioaktif buatan manusia yang memancarkan radiasi beta dan gamma, dengan jangka waktu paruh hingga 30 tahun. Paparan Cs-137 dengan kadar tinggi jika terlepas ke lingkungan dapat menyebabkan mutasi DNA, kanker, hingga kematian pada manusia.
Fokus pemberitaan kemudian bergeser dari isu ekspor menuju investigasi pencarian sumber kontaminasi. Terdapat dugaan bahwa sumber radiasi berasal dari aktivitas peleburan logam dan penggunaan scrap metal yang telah terkontaminasi. Jejak Cs-137 tersebut ditemukan pada sejumlah titik di kawasan industri, termasuk di blower dan ventilator pabrik pengolahan makanan laut. Pemeriksaan lanjutan mengarah pada PT Peter Metal Teknologi (PMT) yang diduga memiliki keterkaitan dengan potensi sumber kontaminasi.
Bagi publik, isu ini bukan sekadar berita sensasional, melainkan ancaman nyata terhadap kesehatan dan kepercayaan terhadap keamanan pangan nasional. Selain itu, peristiwa ini tentunya membuka babak baru dalam hubungan antara krisis lingkungan, komunikasi pemerintah, dan kekhawatiran masyarakat. Di tengah derasnya informasi, publik tidak hanya menuntut penjelasan ilmiah, tetapi juga kepastian dan kecepatan tanggapan dari otoritas yang berwenang.
Isu mengenai udang beku asal Indonesia yang terpapar zat radioaktif Cs-137 pertama kali mencuat pada awal September 2025, setelah otoritas Amerika Serikat (FDA) mendeteksi kontaminasi tersebut pada produk ekspor dari Indonesia.

Menggunakan alat big data media monitoring, Newstensity merekam narasi terkait panasnya topik udang beku radioaktif Cikande dalam periode 7 – 14 Oktober 2025 berhasil menyaring pemberitaan kurang lebih sebanyak 616 artikel di media massa.
Dalam periode satu minggu dari tanggal 7 – 14 Oktober 2025, jumlah pemberitaan di media massa terlihat cenderung stagnan. Meskipun pada tanggal 11 – 12 Oktober 2025 pemberitaan mengenai udang beku radioaktif Cikande menunjukkan penurunan, isu tersebut kembali merangkak naik di tanggal 13 Oktober 2025.
Narasi udang beku radioaktif yang disoroti oleh media massa baik cetak, online, maupun elektronik didominasi oleh pemberitaan penyelidikan sumber kontaminasi radioaktif dan perusahaan – perusahaan yang kemungkinan terlibat.

Melihat analisis persebaran sentimen pemberitaan terkait isu udang beku terpapar radioaktif di kawasan industri Cikande, ditemukan bahwa mayoritas media menampilkan kecenderungan sentimen negatif sebesar 53% (325 berita). Proporsi sentimen negatif ini menunjukkan bahwa sebagian besar pemberitaan di media massa menyoroti sisi krisis dan ancaman dari peristiwa tersebut, terutama yang berkaitan dengan potensi dampak kesehatan masyarakat, pencemaran lingkungan, serta ancaman terhadap reputasi ekspor produk perikanan Indonesia.
Di sisi lain, pemberitaan dengan sentimen positif mencapai 44% (273 berita). Narasi dalam sentimen positif muncul dari pemberitaan yang menyoroti langkah cepat dan koordinasi lintas lembaga, seperti KLHK, BAPETEN, dan Bareskrim Polri, dalam melakukan investigasi serta proses dekontaminasi di kawasan industri Cikande. Selain itu, sejumlah media juga mengangkat pernyataan resmi pemerintah yang menegaskan bahwa kontaminasi tidak berasal dari sumber laut maupun tambak, melainkan dari pabrik logam di sekitar kawasan industri. Pemberitaan tersebut yang cenderung membangun narasi kepercayaan publik melalui penekanan pada aspek mitigasi risiko dan jaminan keamanan pangan.
Sementara itu, sentimen netral hanya mencakup 3% (18 berita). Berita-berita dalam kategori ini hanya bersifat informatif dan faktual tanpa menunjukkan nada emosional tertentu yang berupa pembaruan hasil investigasi atau pernyataan resmi lembaga pemerintah tanpa analisis lanjutan.
Secara keseluruhan, dominasi sentimen negatif menggambarkan bagaimana media massa lebih menyoroti aspek kontroversial dan risiko publik dari kasus “udang radioaktif” tersebut. Sementara itu, narasi positif dan netral muncul sebagai bentuk penyeimbang yang berperan dalam menampilkan sisi penanganan serta klarifikasi resmi pemerintah terhadap isu yang berkembang di masyarakat.

Berdasarkan peta persebaran pemberitaan terkait isu udang beku yang terpapar radioaktif di kawasan industri Cikande, terlihat bahwa konsentrasi tertinggi publikasi berita terdapat di Pulau Jawa dan Sumatera, dengan titik paling dominan berada di Jakarta (280 berita), Sumatera Selatan (153 berita), dan Jawa Timur (127 berita). Sementara itu, wilayah lain seperti Bali (20 berita), Nusa Tenggara (12 berita), Sulawesi (6 berita), dan Kalimantan hingga Papua masing-masing mencatat jumlah pemberitaan yang relatif rendah (1–3 berita).
Dominasi pemberitaan di Pulau Jawa dapat dijelaskan oleh beberapa faktor utama. Pertama, pusat kegiatan industri dan pemerintahan yang berkaitan langsung dengan isu ini memang terletak di wilayah tersebut, khususnya kawasan Cikande, Banten, yang menjadi lokasi sumber kontaminasi.
Sementara itu, tingginya pemberitaan di Sumatera Selatan dapat diliat dari keterlibatan media daerah yang juga aktif dalam mengangkat isu-isu nasional dengan dampak lintas wilayah, termasuk potensi gangguan pada ekspor produk perikanan. Sebaliknya, rendahnya intensitas pemberitaan di kawasan Indonesia Timur dapat disebabkan oleh jarak geografis dari sumber kejadian serta terbatasnya infrastruktur dan jaringan media daerah yang mampu menyoroti isu tersebut secara mendalam.
Secara umum, pola persebaran ini mencerminkan sentralisasi informasi media di wilayah barat Indonesia, di mana isu-isu nasional lebih cepat berkembang di daerah dengan konsentrasi ekonomi dan politik tinggi. Kasus udang radioaktif ini menjadi contoh konkret bagaimana struktur media nasional memengaruhi arus informasi, persepsi publik, serta prioritas pemberitaan di berbagai wilayah.

Bagaimana isu ini tersebar di media massa dan pihak mana saja yang terlibat bisa dilihat dari diagram ontologi di atas. Berdasarkan diagram ontologi yang ditampilkan, terlihat adanya jejaring hubungan antar aktor yang terlibat dalam memanasnya isu udang beku yang terpapar radioaktif ini. Diagram ini memperlihatkan keterhubungan yang kuat antara lembaga pemerintah Indonesia, institusi luar negeri, dan entitas industri yang menjadi fokus isu.
Dari peta diagram tersebut bisa disimpulkan jika pihak yang memiliki tingkat keterhubungan paling tinggi adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), dan Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat. Ketiga entitas ini menjadi poros utama dalam konstruksi narasi media. Apabila dipetakan, FDA memegang peran awal sebagai pihak yang mengungkap temuan kontaminasi radioaktif pada produk ekspor Indonesia, sementara KLHK dan BAPETEN berfungsi sebagai lembaga investigatif dan regulator yang menangani sumber kontaminasi di dalam negeri. Hubungan kuat antara ketiganya menunjukkan adanya pola komunikasi dan koordinasi lintas negara yang menjadi fokus utama pemberitaan.
Selanjutnya, node PT Bahari Makmur Sejati (BMS) dan PT Peter Metal Technology (PMT) muncul sebagai entitas industri yang terkait langsung dengan kasus ini. BMS berperan sebagai perusahaan eksportir udang yang produknya terdeteksi mengandung Cs-137, sementara PMT disebut sebagai sumber dugaan kontaminasi melalui limbah logam di kawasan industri Cikande. Keterhubungan keduanya dengan lembaga seperti KLHK dan BAPETEN menunjukkan bagaimana media membingkai isu ini dalam konteks tanggung jawab korporasi dan pengawasan pemerintah.
Beberapa lembaga lain seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga tampil dalam jaringan, hal ini menampilkan keterlibatan lintas kementerian dalam merespons krisis ini. Selain itu, node Amerika Serikat dan Australia memperlihatkan adanya perluasan narasi internasional, terutama dalam konteks perdagangan dan keamanan pangan global.
Secara keseluruhan, struktur ontologi ini memperlihatkan bahwa pemberitaan media tidak hanya berfokus pada aspek lingkungan, tetapi juga mengonstruksi isu ini sebagai permasalahan multidimensi, mencakup lingkungan, kesehatan, ekonomi, dan diplomasi internasional. Pola keterhubungan yang rapat di antara aktor-aktor utama menunjukkan bahwa media menyoroti kasus ini sebagai isu strategis yang membutuhkan koordinasi lintas lembaga dan negara, bukan sekadar isu lokal.
Isu mengenai udang beku asal Indonesia yang terpapar zat radioaktif Cesium-137 tidak hanya berkembang di media massa, tetapi juga menyebar secara masif di media sosial, terutama platform X (Twitter). Dalam beberapa jam setelah laporan dari Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat dan pemberitaan awal oleh media internasional seperti Reuters dan AP, unggahan yang menyinggung isu ini mulai beredar luas di jagat maya. Pola unggahan warganet berfokus pada isu lingkungan dan pangan yang cukup mengundang pertanyaan di benak publik.

Dibantu dengan alat big data Socindex, dengan memasukkan kata kunci “udang beku” dan “radioaktif” dalam periode 7 – 14 Oktober 2025 ditemukan kurang lebih sebanyak 1.163 perbincangan terkait topik ini. Dengan angka tersebut, percakapan ini menjangkau sebanyak kurang lebih 5,8 juta audiens dan melibatkan 498 pengguna akun atau author. Penggunaan hashtag seperti #UdangRadioaktif, #Cikande, #Cs137, dan #KeamananPangan juga sangat santer digunakan oleh warganet dalam menuangkan keresahannya terhadap isu udang radioaktif tersebut.

Selain itu, dalam salah satu episode Bocor Alus Politik yang diunggah oleh Tempo, terungkap cerita menarik soal hubungan antara Prabowo Subianto dan Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana yang bermula dari pohon cemara udang milik Prabowo yang sakit. Dadan disebut merawat tanaman itu hingga sembuh, dan dari situlah kedekatan mereka terjalin.

Cerita ringan ini menjadi viral, terutama karena istilah “cemara udang” belakangan juga ramai di media sosial berbarengan dengan isu udang beku yang terpapar zat radioaktif cesium-137. Walau konteksnya berbeda, publik dengan cepat menarik benang merah simbolik antara keduanya, sama-sama soal “udang”, namun dengan dua makna yang kontras: satu menjadi pintu kedekatan politik, sementara yang lain menjadi alarm bahaya bagi keselamatan publik. Narasi ini memunculkan pertanyaan tajam: di tengah kisah cemara udang yang menyatukan kepentingan politik, bagaimana nasib rakyat yang justru terancam oleh udang yang kini membawa risiko radiasi?

Pada tahap awal mencuatnya kasus tersebut, sebagian besar cuitan warganet berisi kekhawatiran dan antisipasi terhadap kemungkinan adanya bahan radioaktif pada udang. Porsi emosi ini terlihat sangat menonjol dibandingkan kategori emosi lain seperti anger (kemarahan), fear (ketakutan), joy (kegembiraan), sadness (kesedihan), trust (kepercayaan), dan disgust (rasa muak). Kekhawatiran warganet terlihat jelas dari unggahan di atas.
Seiring meningkatnya atensi publik, muncul pula cuitan yang menuntut klarifikasi dan transparansi dari pemerintah. Lembaga-lembaga seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjadi pihak yang paling sering disebut atau di-mention dalam konteks tanggung jawab dan pengawasan terhadap isu ini. Banyak pengguna meminta pemerintah segera melakukan investigasi dan menjamin keamanan produk laut domestik.
Di lain sisi, hal ini bertolak belakang dari sentimen yang muncul dari cuitan di X.

Berdasarkan grafik tren sentimen di media sosial X (Twitter) antara tanggal 7 hingga 14 Oktober 2025, terlihat adanya lonjakan signifikan pada 10 Oktober 2025, di mana jumlah cuitan dengan sentimen positif mendominasi tajam dibandingkan sentimen netral maupun negatif. Dilihat lebih dekat, kecenderungan sentimen positif ini sebagian besar berasal dari akun-akun media sosial pemberitaan dan instansi pemerintah yang aktif mengomunikasikan perkembangan kasus secara terbuka dan tidak dari pemerintah. Akun seperti @Bapeten, @KemenLHK, @BPOM_RI, dan @KKPgoid menjadi aktor dominan yang menyebarkan informasi faktual dan menenangkan publik.
Cuitan mereka dikategorikan memiliki sentimen positif karena menekankan bahwa temuan radioaktif tersebut masih berada dalam batas aman, serta bahwa proses investigasi dan pengawasan telah dilakukan sesuai standar keselamatan.
Beberapa media juga menyebut bahwa kadar Cesium-137 yang terdeteksi pada sampel udang beku dari kawasan industri modern Cikande, Serang, Banten, mencapai tingkat yang 857.000 kali lipat di atas ambang batas normal. Angka ini memicu kekhawatiran publik karena menunjukkan potensi kontaminasi radioaktif yang jauh melampaui batas aman untuk konsumsi manusia maupun lingkungan sekitar.
Jika benar hasil tersebut terverifikasi, maka temuan ini menandakan adanya pencemaran radioaktif dengan tingkat bahaya ekstrem. Dalam konteks kesehatan, kadar setinggi itu berpotensi menimbulkan paparan radiasi yang sangat berisiko, bahkan dalam jumlah kecil sekalipun, terutama bila zat tersebut masuk ke tubuh melalui rantai makanan. Di sisi lain, dari perspektif lingkungan, kadar ini juga bisa mengindikasikan adanya kebocoran atau pembuangan limbah radioaktif yang tidak terkendali, sehingga perlu penyelidikan mendalam terhadap sumber asal radiasi di kawasan industri tersebut.
Dalam perkembangannya, narasi di X mengalami pergeseran. Jika pada awalnya isu berfokus pada “udang radioaktif” dan potensi bahaya bagi kesehatan, maka setelah klarifikasi resmi dari pemerintah, percakapan mulai bergeser ke isu tata kelola industri dan pengawasan lingkungan, khususnya di kawasan Cikande, Banten, yang disebut sebagai lokasi sumber kontaminasi logam berat.
Sejumlah akun mengaitkan kasus ini dengan lemahnya pengawasan impor dan potensi pencemaran industri terhadap ekosistem pesisir. Diskusi semacam ini memperlihatkan evolusi wacana publik dari sensasional ke analitis, meskipun masih terdapat perbedaan yang cukup kentara antara pihak yang mempercayai keterangan resmi dan yang menuduh adanya “penutupan informasi”.

Organik atau tidaknya cuitan warganet di media sosial X juga bisa dilihat kebenarannya dari diagram kategori cuitan dari diagram di atas. Berdasarkan diagram batang tersebut, terlihat bahwa mayoritas cuitan warganet terkait isu udang beku yang terpapar radioaktif dikategorikan sebagai human account, diikuti oleh cyborg account, dan terakhir robot account.
Kategori human account mendominasi dengan jumlah lebih dari 300 cuitan. Hal ini menunjukkan bahwa diskusi publik di platform X (Twitter) mengenai isu ini didominasi oleh pengguna asli (manusia), bukan akun otomatis. Artinya, isu ini benar-benar menarik perhatian masyarakat secara organik, baik dari kalangan umum, jurnalis, maupun individu. Besarnya porsi akun manusia juga memperkuat kesimpulan bahwa percakapan seputar isu ini bersifat alami dan mencerminkan respons publik yang autentik terhadap pemberitaan dan klarifikasi pemerintah.
Masyarakat kembali hanya menjadi penonton sekaligus korban dari isu “udang radioaktif” ini. Di tengah hiruk-pikuk klarifikasi dan tuntutan warga, mereka tetap berada di posisi paling rentan; menunggu jawaban yang pasti tentang keamanan pangan yang mereka konsumsi setiap hari. Bagi sebagian orang, isu ini mungkin sekadar trending topik yang cepat berlalu, akan tetapi bagi nelayan, pedagang, dan keluarga yang hidup dari hasil laut, rumor seperti ini bisa menjadi awal dari kehilangan nafkah dan rasa aman di meja makan.
Selama pemerintah belum mampu memberikan kepastian yang benar-benar menenangkan, ketakutan itu akan terus bersemayam di benak masyarakat. Lalu berapa lamakah kita harus diam dalam ketidakpastian dan rasa tidak aman?
Siapa sangka sebuah candaan sederhana bisa berujung jadi drama di media sosial? Semua bermula dari unggahan yang membandingkan wajah RM…
Peringatan Hari Pahlawan tahun 2025 tampaknya menjadi momen yang agak spesial dibanding pada tahun-tahun sebelumnya. Bagaimana tidak? Dari 40-an nama…
Menggunakan sedan Mercedes-Benz E-Class E300 Coupe miliknya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi melakukan kunjungan ke pabrik milik Danone Aqua di…
Tanggal 20 Oktober 2025 menandai satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dengan Kabinet Merah…
Siang itu, sebuah nomor berdering di ponsel Purbaya Yudhi Sadewa yang masih menjabat sebagai Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Lewat…
Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto kembali menegaskan dukungan Indonesia untuk kemerdekaan Palestina dan implementasi solusi dua negara (two-state solution). Hal…
Setiap kali jika demonstrasi di Indonesia berujung ricuh, kepolisian hampir selalu menggunakan istilah “anarkistis” untuk menjelaskan peristiwa tersebut. Kosakata ini…
Ketika perang saudara di Inggris tahun 1642-1651, filsuf Thomas Hobbes tinggal di Prancis, mengerjakan karya filosofisnya yang dikenal sebagai mahakarya…
MBG atau yang diketahui sebagai program Makanan Bergizi Gratis masih menjadi topik yang terus diperbincangkan oleh masyarakat. Agaknya selalu ada…
Gelombang demonstrasi massa sedang melanda seluruh Indonesia. Demo massa yang dimulai dari tanggal 25 Agustus ini, telah menyebar bagai api…