17+8 Tuntutan Rakyat: Sebuah Pekerjaan Rumah Untuk Negara
Gelombang demonstrasi massa sedang melanda seluruh Indonesia. Demo massa yang dimulai dari tanggal 25 Agustus ini, telah menyebar bagai api…
MBG atau yang diketahui sebagai program Makanan Bergizi Gratis masih menjadi topik yang terus diperbincangkan oleh masyarakat. Agaknya selalu ada keputusan dan perkembangan terbaru terkait program yang diusung oleh Presiden dan Wakil Presiden Prabowo – Gibran tersebut.
Akan tetapi, sejak program tersebut resmi dijalankan dari tanggal 6 Januari 2025, sudah banyak temuan yang merugikan terkait program MBG yang dirasakan oleh masyarakat hingga sekarang, baik oleh siswa, masyarakat, ataupun guru, seperti terlihat di bawah:
Dalam sepekan terakhir, isu MBG kembali menjadi sorotan utama di media massa maupun media sosial. Linimasa pemberitaan menunjukkan peningkatan tajam setelah muncul sejumlah kasus keracunan massal di beberapa daerah. Salah satu yang paling ramai dibicarakan adalah insiden di Wonogiri, di mana kurang lebih 110 siswa dilaporkan mengalami gejala keracunan usai mengonsumsi makanan MBG. Tidak lama berselang, kasus serupa juga muncul di Bandar Lampung, menambah daftar panjang wilayah terdampak program ini.
Situasi ini tentunya semakin memicu keresahan publik, terutama karena sebelumnya kasus serupa telah berulang di Cianjur, Bogor, hingga Sragen dengan jumlah korban mencapai ratusan siswa.
Kasus keracunan merupakan peristiwa yang kerap muncul semenjak program MBG direalisasikan. Menurut BPOM, hingga 12 Mei 2025 sudah tercatat 17 kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan terkait MBG di 10 provinsi.
Sebagian besar kasus disebabkan oleh faktor seperti bahan mentah yang terkontaminasi, makanan yang dimasak terlalu awal tapi distribusinya lambat sehingga suhu dan kondisi makanan memburuk), serta prosedur higienis atau sanitasi yang lemah di penyedia/pengolah/dapur.
Pada bulan Agustus, terdapat 196 siswa dan guru di Sragen diduga alami keracunan usai konsumsi MBG. Keracunan massal itu dialami sejumlah siswa dan guru di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4 Gemolong dan SMP Negeri (SMPN) 3 Gemolong.
Tak berhenti di situ, pada bulan September, selain di Wonogiri, 105 siswa di Klaten mengalami gejala keracunan, sakit perut, muntah, dan diare usai menyantap menu MBG yang diedarkan. Dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) diketahui memasak dengan cara dicicil setengah matang. Kasus ini dilaporkan pada Rabu, 10 September 2025 lalu.
Beberapa kasus serupa kemudian ditemukan di Banggai Kepulauan, Garut, dan juga sekolah di Sumbawa yang gejalanya merujuk ke keracunan makanan.
Kasus keracunan yang terus muncul tersebut tentunya menimbulkan kekhawatiran terhadap kesehatan para siswa. Ketidakpercayaan orang tua dan juga publik mulai muncul terhadap program MBG tersebut.
Menu MBG juga sering mendapatkan kritik dari siswa seperti daging, ayam, maupun lauk yang dimasak kurang matang serta sayur yang disajikan kurang layak. Dugaan kualitas bahan buruk juga muncul di beberapa sekolah. Kelalaian teknis juga ditemukan seperti bahan baku tidak segar, pengolahan & penyimpanan suhu makanan tidak ideal, serta distribusi olahan yang lama.
Tak hanya siswa, program MBG juga berdampak terhadap ekosistem yang terjadi di sekolah. Salah satunya adalah para guru. Guru dilaporkan juga memiliki beban tambahan dari awal diterapkannya program MBG; yakni ikut dalam proses distribusi dan pengawasan MBG di sekolah. Ini tentunya bisa mengganggu tugas utama guru dalam mengajar karena waktunya cukup terpakai dalam aktivitas non-pengajaran.
Selain itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyorot turunnya pendapatan kantin sekolah setelah adanya program MBG dan “tergesernya” ekosistem kantin sekolah. Berdasarkan wawancara ICW dengan sejumlah kantin di sekolah, para pemilik atau penjaga kantin sekolah merasakan penurunan pendapatan dan tak dilibatkan dalam program MBG.
Selain kasus keracunan yang masih sering muncul, publik juga dihebohkan dengan viralnya sebuah surat pernyataan dari sebuah sekolah terkait isu MBG. Surat itu berisi pernyataan yang harus ditandatangani orang tua murid, dengan bunyi bahwa mereka tidak akan menuntut pihak sekolah maupun penyelenggara program jika anaknya keracunan akibat makanan MBG. Sekilas mungkin terlihat seperti upaya administratif biasa, tetapi bagi publik, surat tersebut seakan menjadi pengakuan terselubung bahwa program ini memang rawan bahaya dan yang lebih fatal, penyelenggara ingin cuci tangan sejak awal.
Pada salah satu surat perjanjian yang disebarkan di MTsN 2 Brebes di atas, orang tua perlu membubuhkan tanda tangan beserta materai yang berisi persetujuan atau menolak program MBG. Apabila orang tua menyetujui program, maka bersedia pula menanggung risiko yang mungkin muncul antara lain gangguan pencernaan, reaksi alergi, hingga keracunan makanan MBG.
Pada poin nomor 6, orang tua juga diminta untuk bersedia membayar ganti rugi sebesar Rp80 ribu apabila tempat makan rusak atau hilang.
Menanggapi selebaran di atas, reaksi warganet tidak main-main di media sosial. Banyak yang menyebut surat itu sebagai “tameng hukum” yang justru melecehkan hak orang tua. Ada pula yang menyoroti ironi dari program ini yang katanya menyehatkan anak, tetapi justri harus bersiap jika ada anak yang keracunan. Unggahan terkait surat ini cepat sekali menjadi viral, dengan ribuan komentar bernada marah, sinis, hingga kecewa.
Sebagian warganet bahkan menilai surat ini adalah bukti bahwa pemerintah dan sekolah tidak benar-benar siap menjalankan MBG, melainkan hanya mengejar pencitraan. Ada pula yang menyinggung soal akuntabilitas, bahwa seharusnya justru ada jaminan dan tanggung jawab negara, bukan lembaran kertas yang mengalihkan risiko ke masyarakat. Secara umum, opini publik di media sosial sepakat: surat tersebut bukan solusi, melainkan bukti kegagalan manajemen risiko dalam sebuah program besar yang menyangkut nyawa dan masa depan anak-anak.
Menanggapi surat edaran MBG di atas, Badan Gizi Nasional (BGN) akhirnya memberikan tanggapan resmi terkait surat pernyataan yang viral, salah satunya dari MTsN 2 Brebes, di mana orang tua murid diminta tidak menggugat apabila anak mereka mengalami keracunan makanan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Koordinator Wilayah (Korwil) BGN Kabupaten Brebes, Arya Dewa Nugroho menegaskan bahwa isu tersebut tidak benar. Pihaknya memastikan tidak akan lepas tangan jika terjadi kasus keracunan atau kejadian luar biasa (KLB) yang berkaitan dengan MBG. Surat yang beredar luas di media sosial disebut bukanlah pernyataan pelepasan tanggung jawab, melainkan sebuah angket untuk mendata kondisi kesehatan dan potensi alergi siswa penerima program.
“Informasi yang beredar seolah-olah BGN lepas tangan adalah tidak benar,” kata Arya dalam keterangan resmi, Rabu (17/9/2025).
Pihak sekolah bersama SPPG MTsN 2 Brebes juga sudah melakukan mediasi dengan orang tua siswa dan menarik kembali angket tersebut untuk mencegah kesalahpahaman yang lebih luas. BGN menambahkan bahwa sekolah penerima manfaat MBG sudah menandatangani perjanjian kerja sama resmi sesuai dengan petunjuk teknis (juknis) yang ditetapkan. Artinya, penyelenggaraan program seharusnya berjalan sesuai standar operasional yang telah ditentukan, termasuk aspek keamanan pangan.
BGN menolak anggapan bahwa surat tersebut dimaksudkan sebagai cara untuk menghindari tanggung jawab. Mereka menegaskan kembali bahwa keamanan pangan dan kesehatan siswa tetap menjadi prioritas utama.
Selain surat edaran yang viral tersebut, beberapa waktu lalu muncul pemberitaan terkait hasil uji lab dari laboratorium Cina yang menunjukkan minyak babi dipakai dalam produksi ompreng atau nampan Makan Bergizi Gratis.
Dugaan ini muncul setelah seorang pemasok, Wafa Riansah dari Sekretariat Pengurus Wilayah (PW) RMI NU Jakarta, membawa sampel minyak dari pabrik ompreng ke laboratorium di China, Shanghai Weipu Testing Technology Group. Hasil uji lab, yang dilaporkan dengan nomor SHA03-25091211-FX-01CnEnR1, menyebutkan bahwa komponen utama sampel termasuk lemak babi olahan (trigliserida), serta beberapa bahan lain seperti minyak dasar olahan, ester sintetis, parafin terklorinasi, aditif antikarat, dan pelumas. Wafa menyebut bahwa dia semula ingin mengimpor ompreng tersebut, tetapi batal setelah hasil uji lab ini keluar.
Sementara itu, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengakui bahwa minyak memang digunakan dalam proses produksi nampan, namun menjelaskan bahwa pemakaian minyak itu hanya untuk keperluan mesin saat proses stamping atau pengepresan dan bukan untuk melapisi nampan yang digunakan langsung untuk menyajikan makanan. Dengan kata lain, menurut BGN, minyak tersebut tidak seharusnya bersentuhan langsung dengan makanan.
Hingga saat ini pemerintah masih belum mengumumkan hasil uji laboratorium wadah tersebut meski sudah hampir satu bulan berlalu sejak isu ini mencuat pada pertengahan Agustus lalu.
Adapun dugaan ini berawal dari laporan Indonesia Business Post yang melakukan investigasi di wilayah Chaoshan, bagian timur Provinsi Guangdong, Cina, yang diduga merupakan importir ompreng untuk program MBG. Mereka menemukan pabrik tersebut memalsukan label “Made in Indonesia” dan logo SNI pada ompreng yang sebenarnya diproduksi di Cina.
Terkait hasil uji lab tersebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga sudah mengonfirmasi bahwa sampel nampan yang diduga mengandung minyak babi telah diuji. Namun, lembaga ini menyebut bahwa hasil uji belum bisa diumumkan secara publik karena prosedur pelaporan hasil resmi masih harus melalui koordinasi dengan beberapa instansi, termasuk Kantor Komunikasi Kepresidenan.
Temuan ini memicu tekanan dari anggota DPR, organisasi keagamaan, dan masyarakat yang menginginkan agar BPOM dan BGN segera membuka secara resmi hasil uji lab tersebut. Mereka menilai bahwa transparansi sangat penting agar kepercayaan publik terhadap program MBG tidak semakin menipis.
Menggunakan alat big data media monitoring, Newstensity merekam narasi terkait panasnya topik makanan bergizi gratis atau MBG dalam periode 9 – 18 September 2025 berhasil menyaring pemberitaan kurang lebih sebanyak 8.852 artikel di media massa.
Dalam periode satu minggu, jumlah pemberitaan di media massa terlihat merangkak naik di tanggal 14 – 18 September 2025. Pada tanggal 9–11 September 2025, pemberitaan mengenai MBG tercatat cukup stabil dengan jumlah publikasi yang tinggi, berkisar antara 600–800 artikel atau unggahan per hari. Narasi program MBG yang disoroti oleh media banyak diberitakan dari sisi distribusi dan klaim pemerintah, sehingga wacana publik belum terlalu memanas.
Pemberitaan kembali meningkat pada 14 September 2025 dengan sorotan yang lebih tajam, meski jumlahnya belum melonjak drastis. Intensitas liputan ini bersamaan dengan munculnya kasus keracunan di sejumlah sekolah serta viralnya surat pernyataan orang tua murid yang berisi larangan menggugat sekolah jika terjadi keracunan. Fakta ini membuat liputan media mulai intensif.
Tren liputan semakin naik di 15–16 September 2025, dengan jumlah pemberitaan mencapai 700–800 publikasi per hari. Lonjakan ini dipicu oleh temuan dugaan penggunaan nampan atau ompreng yang dilapisi minyak babi, sebuah isu yang kemudian menyedot perhatian luas baik di media massa maupun media sosial.
Puncak perhatian terjadi pada 17 September 2025, ketika pemberitaan mencapai angka tertinggi, sekitar 1.100 publikasi dalam sehari. Lonjakan ini mencerminkan semakin intensifnya sorotan media dan semakin luasnya perdebatan publik terkait keamanan pangan MBG, khususnya setelah isu nampan berminyak babi makin menguat.
Berdasarkan data visual di atas, analisis tonality menunjukkan bahwa pemberitaan dan percakapan publik mengenai program MBG dalam periode terakhir masih didominasi oleh sentimen positif yang tercatat sekitar 6.351 unggahan atau 72% bernada mendukung. Dominasi ini sebagian besar dipengaruhi oleh narasi resmi pemerintah yang terus menekankan manfaat program MBG dari sisi pemerintah, distribusi program MBG oleh SPPG, serta Dinas Kesehatan yang turun untuk mengawasi jalannya program MBG. Media arus utama juga banyak mengangkat sisi keberhasilan distribusi program di berbagai daerah sehingga framing positif lebih menonjol di awal.
Namun demikian, tidak bisa diabaikan bahwa sentimen negatif mencapai angka yang cukup signifikan, yakni 2.290 unggahan atau 26%. Angka ini menunjukkan bahwa sepertiga percakapan publik justru bernada kritis. Kritik ini terutama berfokus pada isu-isu sensitif seperti kasus keracunan makanan di sekolah, viralnya surat pernyataan orang tua murid yang dinilai sebagai bentuk pelepasan tanggung jawab, serta temuan dugaan penggunaan nampan berlapis minyak babi. Lonjakan percakapan negatif yang terjadi pada periode akhir mengindikasikan bahwa isu-isu tersebut berhasil menarik perhatian publik luas dan mendorong munculnya kecaman.
Secara keseluruhan, MBG masih didominasi oleh pemberitaan dan percakapan bernada positif (72%). Namun, angka 26% sentimen negatif tergolong tinggi dan menjadi “alarm” karena proporsinya lebih dari seperempat total percakapan. Fakta ini menunjukkan bahwa meskipun narasi pemerintah cukup berhasil menjaga dominasi framing positif, kasus-kasus yang muncul (keracunan, surat pernyataan, isu minyak babi) tetap menjadi isu besar yang dapat mengikis dukungan publik bila tidak ditangani serius.
Data peta menunjukkan bahwa pemberitaan mengenai MBG tidak hanya terkonsentrasi di pusat pemerintahan, tetapi meluas ke hampir seluruh daerah di Indonesia. Pulau Jawa menjadi episentrum liputan dengan jumlah pemberitaan paling tinggi mengingat wilayah ini merupakan pusat pemerintahan, ekonomi, sekaligus padat populasi sekolah yang menjadi target program MBG.
Di luar Jawa, wilayah dengan intensitas tinggi adalah Papua (327 berita) dan Kalimantan Timur (114 berita). Besarnya angka di Papua menandakan bahwa isu MBG banyak mendapat perhatian karena dianggap berkaitan erat dengan kebutuhan gizi di daerah dengan tingkat kerentanan pangan yang tinggi. Sementara itu, di Kalimantan, liputan kuat muncul dari isu distribusi logistik dan kesiapan sekolah di daerah terpencil.
Untuk wilayah Sumatra, pemberitaan cukup merata dengan intensitas sedang. Sumatra Utara dan Sumatra Barat menjadi dua provinsi dengan sorotan tertinggi, diikuti oleh Riau dan Aceh. Hal ini menandakan bahwa isu MBG juga menjadi perhatian serius di kawasan barat Indonesia, meski jumlahnya tidak sebesar di Jawa dan Papua.
Sementara di kawasan Indonesia timur, pemberitaan relatif bervariasi. Sulawesi Selatan menempati posisi tertinggi di kawasan ini, diikuti Sulawesi Tenggara dan Maluku. Di Nusa Tenggara, NTB dan NTT menunjukkan bahwa isu ini juga mendapat porsi perhatian, terutama terkait keamanan pangan setelah beberapa kasus keracunan siswa dilaporkan.
Secara umum, visual peta ini menunjukkan bahwa isu MBG telah menjadi perbincangan nasional dengan sorotan terbesar di Jawa, Papua, dan Kalimantan. Hal ini memperlihatkan bahwa selain daerah pusat kebijakan, wilayah dengan kerentanan pangan dan tantangan distribusi logistik juga menjadi sorotan media massa.
Dibantu dengan alat big data Socindex, dengan memasukkan kata kunci “mbg” dan “makan bergizi gratis” dalam periode 9 – 18 September 2025 ditemukan kurang lebih sebanyak 4.505 perbincangan terkait topik ini. Dengan angka tersebut, percakapan ini mencapai kepada sebanyak kurang lebih 6 juta audiens dan melibatkan 3.300 pengguna akun atau author.
Berdasarkan grafik linimasa cuitan terkait MBG di media sosial X pada periode 9–18 September 2025 di atas, terlihat adanya fluktuasi yang cukup signifikan. Pada 9 September, interaksi masih cukup tinggi di angka sekitar 19 ribu, namun kemudian anjlok tajam hingga mendekati nol pada 10 September.
Cuitan kembali merangkak naik perlahan pada 11–12 September dengan puncak kecil sekitar 11 ribu dan ketika memasuki 14 September, grafik menunjukkan lonjakan konsisten yang mencapai titik tertinggi pada 16 September dengan lebih dari 55 ribu interaksi. Lonjakan signifikan pada periode tersebut dibanjiri oleh luapan kritik dari warganet terkait surat edaran MBG dari beberapa sekolah yang cukup viral dipertanyakan kebenarannya.
Grafik sentimen percakapan terkait MBG di media sosial X pada periode 9–18 September 2025 di atas menunjukkan dinamika yang menarik. Secara keseluruhan, sentimen positif mendominasi percakapan, bahkan mencapai lebih dari 350 cuitan pada 18 September.
Apabila ditelisik lebih dekat, sentimen positif ini didapat dari kelompok pendukung atau akun resmi yang mengangkat narasi positif terkait MBG yang mampu menenggelamkan sebagian kritik, sehingga perbincangan secara kuantitatif lebih condong ke arah dukungan. Selain itu, sentimen positif didapat dari kritik warga yang disampaikan dalam bentuk saran atau diskusi rasional yang secara analisis tekstual dapat terklasifikasi sebagai cuitan bersentimen positif dan netral, alih-alih negatif.
Sentimen negatif juga terlihat meningkat terutama pada 16 dan 18 September, namun jumlahnya tetap berada di bawah sentimen positif. Sementara itu, sentimen netral relatif stabil, dengan sedikit kenaikan menjelang akhir periode.
Hal ini didukung oleh diagram emosi cuitan warganet dalam periode tersebut. Dari distribusi data, tampak bahwa emosi anticipation (antisipasi/harapan) mendominasi disusul oleh anger (kemarahan).
Jika dikaitkan dengan analisis sentimen sebelumnya, dominasi anticipation menunjukkan bahwa percakapan publik banyak dipenuhi oleh ekspektasi dan harapan terhadap MBG, baik dalam bentuk dukungan maupun antisipasi dan kesiapan masyarakat menunggu langkah nyata selanjutnya dari pemerintah.
Kehadiran emosi anger yang cukup besar juga menguatkan sentimen negatif yang juga merupakan kritik signifikan dari warga. Dengan kata lain, meskipun secara kuantitatif sentimen positif lebih mendominasi, di baliknya tetap ada suara publik yang kuat berupa rasa marah dan kecewa.
Selaras dengan sentimen dan juga diagram emosi warganet, rafik di atas memperlihatkan bahwa mayoritas percakapan berasal dari akun human atau manusia dengan jumlah sekitar 1.800 cuitan. Hal ini menunjukkan bahwa keterlibatan organik masyarakat masih menjadi pendorong utama dalam membentuk wacana publik. Namun, tidak kalah penting, terdapat sekitar 1.500 cuitan yang berasal dari akun cyborg, yakni akun yang beroperasi dengan perpaduan otomatisasi dan kendali manusia. Jumlah yang cukup besar ini mengindikasikan adanya upaya amplifikasi narasi tertentu yang tetap dikelola secara terarah. Sementara itu, akun robot murni menyumbang sekitar 400 cuitan, jumlah yang lebih kecil tetapi tetap signifikan dalam memperkuat gaung percakapan.
Secara keseluruhan, data ini memperlihatkan bahwa pembicaraan mengenai MBG bukan hanya berkembang secara alami, tetapi juga diperkuat oleh kehadiran akun semi-otomatis dan otomatis. Kombinasi antara cuitan human, cyborg, dan robot inilah yang menjelaskan mengapa framing tertentu, khususnya yang positif, mampu mendominasi linimasa dan menenggelamkan sebagian suara kritis warga.
Isu seputar Makanan Bergizi Gratis sedari awal dijalankan memperlihatkan kontras yang tajam. Program MBG kemudian menjadi semacam cermin: di satu sisi, program ini digadang-gadang sebagai terobosan untuk mengatasi persoalan gizi anak, tapi di sisi lain justru dihantam isu yang membuat publik mempertanyakan lebih jauh. Kasus keracunan hingga temuan dugaan nampan berminyak babi telah menggerus optimisme itu. Narasi positif memang masih digaungkan oleh pemerintah, tetapi rangkaian kontroversi menunjukkan ada jarak nyata antara rencana besar pemerintah dan pelaksanaan di lapangan.
Hingga titik ini, apakah program ini benar-benar siap dijalankan tanpa merugikan yang seharusnya mendapatkan manfaat? Apakah pemerintah mampu menjawab kritik dengan langkah nyata, atau justru membiarkan keraguan publik berkembang hingga mengaburkan niat baik program ini?
Penulis: Jenna Nadia Rasbi (Jangkara), Ilustrasi: Aan K. Riyadi
Gelombang demonstrasi massa sedang melanda seluruh Indonesia. Demo massa yang dimulai dari tanggal 25 Agustus ini, telah menyebar bagai api…
Di tengah dinamika politik yang sering dianggap kental dengan figur laki-laki, nama Endah Subekti Kuntariningsih mencuat setelah terpilih sebagai bupati…
Riuh suasana Pasar Gamping, DI Yogyakarta sudah mulai berkurang pagi itu. Beberapa los tampak kosong ditinggal pulang para pemiliknya yang…
Jakarta mendadak riuh pada 25 Agustus saat aksi masa yang menamakan diri “Revolusi Rakyat Indonesia” memadati halaman gedung DPR/MPR RI….
Program Kabinet Merah Putih tidak pernah gagal untuk menarik perhatian masyarakat. Salah satunya proyek penulisan ulang sejarah yang digagas oleh…
Tanggal 17 Agustus yang merupakan Hari Ulang Tahun RI menjadi hari yang menggembirakan bagi seluruh rakyat Indonesia, tak terkecuali para…
Awal Agustus 2025 menjadi bulan yang panas di Kabupaten Pati. Bukan karena suhu udara, tapi karena tensi politik yang meledak…
Film animasi Merah Putih: One for All diluncurkan pada bulan Agustus 2025, bersamaan dengan perayaan HUT ke-80 Indonesia dengan harapan…
Perdebatan mengenai kehadiran sound horeg atau sound karnaval muncul di tengah masyarakat, terutama setelah adanya fatwa haram terhadap sound horeg…
Di era digital, jutaan artikel, video, unggahan media sosial dan siaran berita terbit setiap hari. Organisasi, pemerintah dan perusahaan tidak…