Tom Lembong Berjaya di Media Sosial
Di siang hari yang cukup terik pada Jumat, 18 Juli 2025, Thomas Trikasih Lembong atau akrab disapa Tom Lembong memasuki…
Dalam beberapa dekade terakhir, kesadaran akan pentingnya keberlanjutan telah mengubah cara perusahaan dan investor melihat kinerja bisnis. Lingkungan hidup yang kian terancam, kebutuhan akan kesejahteraan sosial, serta tuntutan transparansi tata kelola mendorong lahirnya kerangka kerja ESG (Environmental, Social, Governance). Kerangka ini tidak hanya melengkapi laporan keuangan tradisional, tetapi juga membantu memetakan risiko non-finansial yang dapat mempengaruhi nilai serta reputasi perusahaan.
Bagi investor, pemahaman ESG membuka jendela baru dalam menilai peluang investasi jangka panjang. Sementara itu, bagi korporasi, ESG menjadi instrumen strategis untuk memperkuat merek, mematuhi regulasi global, dan menarik modal dengan biaya lebih kompetitif. Tulisan ini menjelaskan secara singkat tentang ESG, fungsi kerangka ini dalam praktik bisnis, dan bagaimana penerapannya pada industri media monitoring.
Secara ringkas, ESG dapat diartikan sebagai kerangka pengukuran dampak dan risiko dalam aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola sebuah perusahaan. Kerangka ini lahir dari kebutuhan untuk mengukur dampak operasional perusahaan yang melampaui angka-angka finansial semata.
Fokus pengukuran pada pilar ini menyoroti isu-isu seperti emisi gas rumah kaca, pengelolaan limbah, efisiensi penggunaan sumber daya alam, dan risiko iklim. Task Force on Climate-related Financial Disclosures (TCFD) secara spesifik menjelaskan hubungan antara variabel iklim dan potensi risiko finansial sebuah perusahaan, mendorong transparansi dalam pelaporan ini. Untuk memastikan data lingkungan yang diungkapkan dapat dibandingkan secara internasional, Global Reporting Initiative (GRI) menyediakan standar pelaporan yang komprehensif dan paling banyak digunakan di dunia.
Aspek sosial mencakup hubungan perusahaan dengan tenaga kerja (upah, keselamatan kerja), hak-hak masyarakat lokal, hingga tanggung jawab atas produk dan layanan yang dihasilkan. Di era konsumen yang semakin kritis, reputasi sebuah perusahaan seringkali bergantung pada bagaimana mereka memperlakukan karyawan, pemasok, dan komunitas di sekitarnya.
Pilar ini menitikberatkan pada struktur dewan direksi, mekanisme pengawasan, etika bisnis, dan hak-hak pemegang saham. Transparansi dalam pengambilan keputusan, kebijakan anti-korupsi, dan remunerasi eksekutif adalah beberapa isu yang menjadi perhatian utama.
Menurut PwC, perusahaan yang berhasil mengintegrasikan ketiga pilar ESG ke dalam strategi bisnisnya akan memiliki keunggulan kompetitif yang lebih kuat di mata para pemangku kepentingan.
Penerapan ESG jauh lebih dari sekadar kepatuhan pelaporan; ia berfungsi sebagai early warning system untuk mendeteksi potensi krisis yang belum tertangkap oleh laporan keuangan. Sebagai contoh, praktik rantai pasok yang tidak etis dapat memicu boikot publik atau sanksi hukum, yang dampaknya baru terasa signifikan saat krisis tersebut meledak.
Selain fungsi defensif, ESG juga memiliki nilai proaktif. Melalui investasi pada energi terbarukan, efisiensi penggunaan air, atau program pemberdayaan masyarakat, perusahaan dapat menciptakan inovasi yang membuka segmen pasar baru. Hal ini sekaligus berpotensi menurunkan biaya operasional karena penggunaan sumber daya yang lebih bijak.
Dari perspektif investor, skor ESG menjadi indikator penting untuk menyusun portofolio yang tahan guncangan (resilient). Dana pensiun, hedge fund, dan lembaga keuangan global kini semakin memprioritaskan aset dengan profil ESG yang kuat. Akibatnya, perusahaan yang unggul dalam metrik ini berpeluang mendapatkan suku bunga pinjaman lebih rendah dan akses modal yang lebih luas.
Sebuah temuan dari survei global PwC bahkan mengungkap bahwa mayoritas investor (79%) menyatakan ESG merupakan faktor penting dalam keputusan investasi mereka. Meskipun demikian, kepercayaan terhadap laporan yang dipublikasikan perusahaan masih menjadi tantangan, di mana 94% investor meyakini bahwa laporan keberlanjutan perusahaan mengandung klaim yang tidak berdasar (greenwashing).
Di era digital saat ini, isu Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (ESG) menjadi pilar utama yang menentukan reputasi perusahaan. Arus informasi yang deras dari media online dan sosial menuntut perusahaan untuk tidak hanya bertindak etis, tetapi juga cerdas dalam mengelola persepsi publik.
Untuk menjawab tantangan tersebut, pemantauan media (media monitoring) tradisional tidak lagi cukup. Diperlukan analisis mendalam yang mampu mengukur dampak isu ESG secara akurat sesuai standar global seperti Global Reporting Initiative (GRI).
Newstensity hadir sebagai platform inovatif yang mengintegrasikan media monitoring dengan kecerdasan buatan (AI) untuk analisis ESG yang komprehensif. Platform ini tidak hanya memantau, tetapi juga membedah ribuan artikel berita untuk memetakan isu ESG yang relevan dengan bisnis Anda.
Setiap pemberitaan dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif, dikelompokkan berdasarkan kategori isu, dan dinilai sentimennya (positif, negatif, atau netral). Newstensity mengembangkan indikator Environment, Social, Governance, and Cross-Cutting Issues yang diadaptasi dari standar pengukuran internasional GRI. Penambahan indikator Cross-Cutting Issues dikembangkan untuk memberikan detail isu yang muncul dalam berita.
Keunggulan utama Newstensity terletak pada kemampuannya memberikan skor dampak isu dengan skala 0 hingga 100. Teknologi AI-nya menganalisis berbagai faktor, termasuk kredibilitas sumber media, struktur narasi, dan jangkauan penyebaran isu. Semakin tinggi skornya, semakin besar potensi risiko reputasi yang dihadapi. Untuk mempermudah pengambilan keputusan, skor ini dikelompokkan ke dalam empat zona risiko: Sangat Aman, Aman, Berisiko, dan Sangat Berbahaya.
Untuk memberikan gambaran konkret, berikut adalah contoh analisis hipotesis yang dilakukan Newstensity pada Indika Energy Group untuk periode Mei 2025.
Hasil pemantauan menunjukkan sentimen positif mendominasi pemberitaan tentang Indika pada periode tersebut. Narasi utama yang muncul adalah proses transisi menuju bisnis hijau dan pengembangan sarana bisnis di wilayah timur Indonesia. Selama Mei, terdapat 134 berita terkait Indika yang berkorelasi dengan isu ESG dan menghasilkan skor indeks 45,02. Berdasarkan skor ini, Indika berada dalam kategori Aman (BB), namun perlu kewaspadaan.
Jika ditilik lebih detail, aspek cross-cutting dan environmental memiliki nilai median indeks yang cukup tinggi. Pada aspek environmental, isu mayor dengan potensi risiko terbesar adalah resources efficiency and conservation (efisiensi dan konservasi sumber daya). Isu ini terkait pemberitaan tentang Interport, salah satu anak usaha Indika, yang mengembangkan sistem logistik di timur Indonesia.
Menariknya, risiko ini bukan berasal dari sentimen negatif, melainkan dari sumber pemberitaan. Dari 19 berita yang termonitor, 15 di antaranya dipublikasikan oleh portal media yang belum terverifikasi oleh Dewan Pers dengan cakupan daerah. Kredibilitas sumber yang rendah inilah yang menaikkan skor indeks risiko pada aspek environmental.
Berdasarkan temuan ini, Indika dapat menyimpulkan bahwa reputasinya di mata publik selama Mei 2025 tergolong baik. Namun, untuk memperkuat narasi positifnya, Indika dapat merekonstruksi strategi komunikasi dengan memprioritaskan kemitraan bersama media yang lebih kredibel dan terverifikasi.
Ketika dunia bisnis dihadapkan pada tantangan lingkungan dan sosial yang kompleks, ESG hadir sebagai kompas strategis. Dengan memahami pengertian, fungsi, dan penerapannya secara analitis, investor dan korporasi dapat merumuskan langkah-langkah yang sejalan dengan tujuan keberlanjutan. Di sinilah media monitoring berperan krusial, menjembatani tujuan korporasi dengan ekspektasi publik, serta memastikan narasi yang dibangun selaras dengan tindakan nyata.
Penulis: Fajar Yudha Susilo, Ilustrasi: Aan K. Riyadi
Di siang hari yang cukup terik pada Jumat, 18 Juli 2025, Thomas Trikasih Lembong atau akrab disapa Tom Lembong memasuki…
Olah raga pacu jalur belum lama ini menjadi viral dan dikenal masyarakat luas baik di Indonesia maupun luar negeri dalam…
Dalam satu dekade terakhir, peta ekonomi dunia mengalami pergeseran tajam. Blok negara-negara berkembang yang tergabung dalam BRICS —yakni Brazil, Rusia,…
Selama kurun waktu dua minggu terakhir, topik Robodog dan Humanoid Polri cukup masif diberitakan baik media cetak, online maupun elektronik….
Pesawat Susi Air tipe Pilatus Porter terbakar di landasan Paro, Nduga, 7 Februari 2023. Dalam hitungan jam, Tentara Pembebasan Nasional…
Kerja sama antara Kejaksaan Agung (Kejagung) dan empat operator telekomunikasi yang baru saja diteken memicu perdebatan publik. Kerja sama tersebut…
Kecerdasan buatan (AI) lahir dari mimpi menciptakan mesin yang mampu meniru pemikiran manusia. Dimulai dari Turing Test yang diperkenalkan Alan…
Musim gugur fintech di Indonesia tampaknya masih belum berakhir. Teranyar, PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia atau lebih dikenal sebagai Akseleran…
Lippo Group menampilkan usulan konsep rumah subsidi di Lobby Nobu Bank, Plaza Semanggi, Jakarta. Lippo Group memberikan dua mock up…
Aceh dan Sumatera Utara –dua provinsi yang bersebelahan— terlibat perselisihan dan meramaikan jagat pemberitaan dalam beberapa pekan terakhir. Perselisihan batas…