Sengketa Empat Pulau: Ketika Batas Wilayah Memicu Ketegangan Aceh & Sumatera Utara
Aceh dan Sumatera Utara –dua provinsi yang bersebelahan— terlibat perselisihan dan meramaikan jagat pemberitaan dalam beberapa pekan terakhir. Perselisihan batas…
Sejak awal Juni, tekanan publik terhadap tambang nikel di Raja Ampat kembali mencuat, terutama setelah aksi Greenpeace pada konferensi energi kritis. Mereka melakukan aksi protes di acara Critical Mineral Summit di Jakarta, menuntut pemerintah Indonesia menghentikan aktivitas tambang nikel di kawasan yang telah diakui sebagai Geopark Dunia oleh UNESCO. Aksi ini menguatkan desakan publik atas perlindungan kawasan Raja Ampat yang dikenal sebagai surga bawah laut dunia, serta menjadi tulang punggung ekonomi warga melalui pariwisata berbasis alam.
Tak hanya dari Greenpeace, sorotan tajam juga datang dari media nasional dan internasional yang melaporkan potensi kerusakan permanen akibat kegiatan tambang. Dampak ekologis berupa deforestasi, ancaman sedimentasi ke perairan dangkal, dan kerusakan terumbu karang menjadi perhatian utama.
Kecaman datang bertubi-tubi. Pemerintah akhirnya merespons dengan menghentikan kegiatan penambangan. Pemerintah juga memberikan penjelasan tentang kronologi izin tambang, dan juga rencana untuk mengevaluasi izin-izin tambang di Raja Ampat. Desakan untuk menghentikan aktivitas penambangan di Raja Ampat terus menggema. Presiden Prabowo akhirnya mencabut empat dari lima izin tambang di kawasan Raja Ampat, yakni milik PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Kawei Sejahtera Mining, dan PT Mulia Raymond Perkasa. Meski demikian, izin PT Gag Nikel masih dibiarkan berlaku oleh pemerintah dengan beberapa alasan utama yang disampaikan dalam pernyataan resmi maupun pemberitaan media.
Alasan utamanya adalah, lokasi penambangan di luar Geopark UNESCO. Pemerintah beralasan bahwa Pulau Gag secara administratif tidak termasuk dalam kawasan Geopark Raja Ampat yang diakui UNESCO. Oleh karena itu, menurut mereka, aktivitas tambang di sana tidak melanggar batas wilayah konservasi internasional, meskipun tetap berada di wilayah Raja Ampat secara geografis.
Selanjutnya, status izin yang sudah lama dan diperbarui PT Gag Nikel disebut-sebut sudah memegang izin tambang sejak lama, bahkan sejak era 1990-an, sebelum ditetapkan aturan ketat soal Geopark dan konservasi wilayah. Selain itu, pemerintah berdalih perusahaan ini telah melalui proses legal formal yang sah, termasuk perpanjangan izin dan pengesahan AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan).
Selain itu, proyek dinyatakan sudah dilakukan ‘reklamasi’ dan pemulihan. Salah satu pembelaan pemerintah adalah bahwa PT Gag Nikel sudah melakukan atau menjanjikan reklamasi dan program pemulihan lingkungan pasca-penambangan. Dalam rilis resmi Kementerian ESDM, perusahaan ini disebut mendukung program rehabilitasi dan pengelolaan dampak lingkungan di pulau tersebut.
Terlebih lagi, PT Gag Nikel dianggap pemerintah sebagai bagian dari rantai pasok hilirisasi nikel nasional, yang merupakan program strategis Presiden untuk pengembangan industri baterai dan kendaraan listrik. Hal ini jadi pertimbangan politik dan ekonomi yang membuat pemerintah lebih berhati-hati mencabut izin di luar Geopark resmi.
Sejumlah pihak, termasuk Greenpeace, tetap mengkritik keputusan tersebut karena pulau Gag adalah pulau kecil, yang seharusnya dilarang untuk kegiatan tambang logam berat berdasarkan UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Adanya putusan Mahkamah Agung 2017 dan Mahkamah Konstitusi 2021 yang menegaskan larangan aktivitas tambang di pulau kecil, termasuk Pulau Gag.
Tangkapan layar kritik Greenpeace terhadap tambang nikel di Raja Ampat (Sumber: X Greenpeace)
Kekhawatiran terkait pengecualian izin ini akan menjadi preseden buruk dan membuka celah tambang lain di pulau-pulau kecil Indonesia.
HMNS dan Kampanye #SaveRajaAmpat
Raja Ampat adalah salah satu ikon pariwisata Indonesia. Para pecintanya berharap surga kecil di Papua ini selalu dilindungi. Suara-suara dukungan tidak hanya disampaikan oleh NGO seperti Greenpeace, akan tetapi juga sejumlah brand. Termasuk brand lokal parfum HMNS yang mengunggah video satir bertema “Save Raja Ampat”. Dalam video tersebut, HMNS menyindir praktik perusakan lingkungan dan mengajak publik untuk lebih kritis terhadap kegiatan industri ekstraktif di wilayah konservasi.
Tangkapan layar kampanye satir HMNS terkait #SaveRajaAmpat (Sumber: X HMNS)
Kampanye yang diunggah di akun resmi HMNS tersebut mendapatkan respons yang cukup masif dari masyarakat yakni sebanyak 24 ribu likes, 17 ribu retweets, 387 replies, dan dilihat oleh sekitar 848 ribu akun.
Unggahan kampanye satir tersebut menuai pro dan kontra. Sebagian menganggap langkah HMNS berani dan membangun, karena belum banyak merek lokal yang secara terbuka mengangkat isu sensitif seperti ini. Di sisi lain, ada pula suara miring yang menilai video ini sebagai strategi marketing terselubung demi menaikkan citra merek di tengah naiknya perhatian publik terhadap lingkungan.
Yang pasti, langkah HMNS ini setidaknya memperluas spektrum kampanye #SaveRajaAmpat ke kalangan konsumen muda, yang sebelumnya mungkin tidak terpapar secara langsung pada isu ini. Berbeda dengan pendekatan Greenpeace yang berbasis aksi protes langsung, HMNS menggunakan kekuatan budaya populer untuk membangun opini publik di media sosial.
Langkah ini juga selaras dengan citra dan visi HMNS yang dalam beberapa tahun terakhir mengedepankan authenticity, kebanggaan lokal, dan kepedulian terhadap lingkungan hidup. Melalui kampanye ini, HMNS ingin menunjukkan bahwa brand bukan hanya sebatas penjual produk, tetapi juga dapat menjadi bagian dari suara perubahan sosial. Ini memperlihatkan bagaimana sebuah label gaya hidup dapat berperan dalam percakapan publik tentang tanggung jawab lingkungan.
Persebaran di Media Massa
Isu tambang nikel di kawasan Raja Ampat tersebut sangat memantik perhatian publik sejak awal Juni 2025. Sorotan tajam terhadap kebijakan pemerintah yang mengizinkan aktivitas pertambangan di wilayah berstatus geopark dunia UNESCO ini muncul seiring dengan viralnya tagar #SaveRajaAmpat di media sosial, yang dipicu oleh protes terbuka Greenpeace serta sorotan dari berbagai media nasional.
Menggunakan alat big data media monitoring, Newstensity merekam narasi terkait panasnya pemberitaan Raja Ampat tersebut dengan kata kunci “Raja Ampat” dan “HMNS” dalam periode 3 – 11 Juni 2025 berhasil menemukan berita kurang lebih sebanyak 13.739 berita di media massa.
Linimasa pemberitaan isu Raja Ampat (Sumber: Newstensity)
Pada tanggal 3 Juni 2025, volume pemberitaan terlihat masih rendah, baik untuk sentimen positif, negatif, maupun netral. Peningkatan pemberitaan mulai terlihat di tanggal 4 Juni, dipicu viralnya aksi Greenpeace dan penyebaran tagar #SaveRajaAmpat.
Grafik menunjukkan kenaikan bertahap pada pemberitaan di tanggal 5 Juni dipengaruhi oleh sorotan media terkait dugaan pelanggaran aktivitas tambang di kepulauan Raja Ampat, serta tanggapan awal dari pemerintah dan aktivis. Sentimen negatif mulai terlihat lebih mendominasi dibandingkan positif, menunjukkan banyaknya kritik terhadap aktivitas tambang di Raja Ampat tersebut.
Volume pemberitaan mencapai puncaknya. Sentimen negatif naik signifikan, selaras dengan tekanan publik, dorongan DPR untuk moratorium tambang, serta liputan soal ancaman terhadap pariwisata dan lingkungan. Uniknya, sentimen positif juga melonjak tajam, kemungkinan karena pemberitaan terkait langkah pemerintah menangguhkan aktivitas tambang dan respons cepat dari otoritas.
Pada 11 Juni, volume pemberitaan menurun, baik untuk sentimen positif maupun negatif, meski angkanya masih jauh di atas awal periode. Ini menandakan isu masih hangat, tapi intensitas sorotan media mulai stabil. Sentimen netral sepanjang periode ini tetap rendah dan relatif datar, memperlihatkan bahwa sebagian besar pemberitaan bersifat berpihak atau mengandung penilaian jelas.
Sentimen pemberitaan isu tambang nikel di Raja Ampat di media massa (Sumber: Newstensity)
Menilik lebih jauh, apabila dilihat dari sentimen pemberitaan media massa, pemberitaan terkait isu tambang nikel di Raja Ampat didominasi oleh sentimen positif dan juga negatif.
Berdasarkan grafik tonality di atas, isu tambang nikel di Raja Ampat memunculkan respons publik yang cenderung terpolarisasi antara 2 sentimen, dengan dominasi sentimen negatif sebesar 50% (7.789 pemberitaan), diikuti oleh sentimen positif sebesar 47% (7.262 pemberitaan), dan hanya 3% pemberitaan yang netral (542 pemberitaan).
Tingginya tonasi negatif ini ditandai oleh berbagai media yang mengkritisi kegiatan pertambangan di wilayah konservasi tersebut, khususnya terkait ancaman terhadap kelestarian lingkungan Raja Ampat. Sentimen negatif ini juga didorong oleh kekhawatiran atas dampak ekologi jangka panjang, pelanggaran atas peraturan pulau kecil, serta ketidakpuasan terhadap pemerintah yang masih membiarkan PT Gag Nikel beroperasi.
Contoh pemberitaan dengan sentimen negatif terkait tambang nikel di Raja Ampat (Sumber: Kompas TV)
Namun menariknya, sentimen positif juga muncul dalam porsi yang cukup besar, yaitu 47%. Sentimen ini didominasi oleh dukungan publik terhadap kampanye “Save Raja Ampat” yang digaungkan oleh berbagai pihak, termasuk aktivis lingkungan, lembaga seperti Greenpeace, serta brand lokal seperti HMNS yang turut menyuarakan kepedulian melalui media sosial. Dukungan ini mencerminkan adanya harapan masyarakat bahwa tekanan publik dapat mendorong perubahan kebijakan atau setidaknya membuka ruang diskusi lebih luas terkait eksploitasi sumber daya alam di kawasan konservasi.
Contoh pemberitaan dengan sentimen positif terkait tambang nikel di Raja Ampat (Sumber: beritajatim.com)
Sementara itu, porsi netral tergolong kecil (3%), yang didominasi oleh pemberitaan informatif terkait protes dan juga pencabutan izin tambang di Raja Ampat.
Riuhnya Media Sosial
Statistik Percakapan Isu #SaveRajaAmpat di media sosial X (Sumber: Socindex)
Cuitan kemenangan juga terlihat dari media sosial khususnya X. Dibantu dengan alat big data Socindex, dengan memasukkan kata kunci “Raja Ampat”, #saverajaampat, dan “HMNS”,dalam periode 3 – 11 Juni 2025 hingga pukul 12.00, ditemukan sekitar 73 ribu percakapan. Dengan angka tersebut, percakapan ini mencapai kepada sebanyak 6.493.294 audiens dan melibatkan 19 ribu pengguna akun atau author.
Secara keseluruhan, potensi penyebaran atau buzz reach mencapai 216 juta, angka yang sangat besar untuk isu lingkungan, apalagi jika dibandingkan dengan isu serupa sebelumnya. Angka interaction pun menyentuh angka 5,8 juta, mengukuhkan bahwa #SaveRajaAmpat menjadi salah satu topik yang cukup menyita perhatian publik.
Dengan average engagement 15 juta lebih, terlihat bahwa setiap postingan rata-rata menuai interaksi signifikan, mencerminkan tingginya keterlibatan publik. Lonjakan ini turut dipicu oleh munculnya dukungan dari berbagai pihak seperti Greenpeace, aktivis lingkungan, serta brand lokal seperti HMNS yang turut mengangkat kampanye ini di kanal resminya.
Secara keseluruhan, data ini menegaskan bahwa isu tambang di Raja Ampat tidak hanya menjadi perhatian media arus utama, tetapi juga memicu diskusi dan gerakan digital yang massif di media sosial, melibatkan berbagai lapisan masyarakat.
Sentimen cuitan di X terkait isu dan gerakan #SaveRajaAmpat (Sumber: Socindex)
Sama halnya dengan sentimen pemberitaan di media massa, sentimen yang terlihat di media sosial X juga didominasi oleh sentimen negatif.
Salah satu cuitan yang menyuarakan protes terkait tambang nikel di Raja Ampat berasal dari seorang penulis Dandhy Laksono yang ia unggah di akun X pribadinya.
Tangkapan layar cuitan Dandhy Laksono terkait isu tambang nikel Raja Ampat (Sumber: X Dandhy Laksono)
Cuitan dari Dandhy Laksono ini menjadi salah satu pemicu utama meningkatnya sorotan publik terhadap isu tambang nikel di Raja Ampat. Dalam unggahannya pada 3 Juni 2025, Dandhy menyampaikan bahwa warga Raja Ampat bersama aktivis dari Greenpeace melakukan aksi protes langsung di dalam acara Indonesia Critical Minerals Conference yang digelar di Hotel Pullman, Jakarta.
Selain itu, banyak respons positif juga datang dari netizen yang mendukung kampanye satir yang diunggah oleh HMNS pada tanggal 7 Juni 2025.
Respons positif yang diberikan masyarkat terhadap kampanye satir HMNS (Sumber: X)
Tanggapan positif dari warganet terhadap kampanye satire yang dilakukan oleh HMNS di platform X menunjukkan dukungan besar terhadap langkah kreatif brand lokal ini dalam menyuarakan isu lingkungan. Banyak netizen memuji keberanian HMNS yang dinilai berhasil melampaui batas konvensional sebuah merek parfum dengan turut mengangkat isu penting seperti ancaman tambang nikel di Raja Ampat. Melalui video satire yang disebarkan, HMNS dinilai mampu mengemas pesan kritis secara halus tapi mengena, sehingga mendorong audiens muda untuk lebih peduli terhadap isu konservasi lingkungan.
Sentimen positif ini memperlihatkan bahwa kampanye satire HMNS bukan hanya berhasil menarik perhatian, tetapi juga memicu diskusi luas di media sosial. Masyarakat menganggap pesan tersebut sebagai angin segar di tengah kampanye lingkungan yang kerap disuarakan oleh lembaga-lembaga formal seperti Greenpeace atau aktivis individual. Dengan demikian, HMNS berhasil membuktikan bahwa brand lokal pun bisa berperan penting dalam penguatan gerakan lingkungan dan pelestarian kawasan ikonik seperti Raja Ampat.
Warganet memang ada yang menilai bahwa HMNS seolah “menunggangi” isu lingkungan demi meningkatkan popularitas dan penjualan produknya. Meskipun demikian, mayoritas tanggapan publik justru menunjukkan dukungan dan respons positif terhadap kampanye ini. Banyak warganet mengapresiasi keberanian HMNS sebagai brand lokal yang berani melibatkan diri dalam percakapan kritis seputar isu tambang nikel di Raja Ampat, di tengah minimnya partisipasi dari pelaku industri lainnya.
Epilog
Kasus Raja Ampat di awal Juni ini menjadi bukti kuat bahwa gerakan kolaboratif—antara LSM, brand, media, dan masyarakat—mampu mendorong perubahan konkret di tingkat kebijakan. Namun seperti banyak kasus lingkungan lainnya, kemenangan awal ini harus diikuti dengan pengawasan ketat, kebijakan jangka panjang, dan komitmen semua pihak untuk menjadikan Raja Ampat sebagai kawasan yang benar-benar terlindungi dari ancaman industri ekstraktif. Dalam hal ini, berbagai pihak termasuk aktivis lingkungan, media dan warganet diharapkan terus mengawasi implementasi kebijakan ini. Besar harapan pula bagi brand lokal serupa untuk dapat mengikuti jejak HMNS dalam menunjukkan suaranya mengkritisi kebijakan – kebijakan pemerintah.
Text by Jenna Nadia Rasbi, Ilustrasi by Aan K Riyadi
Aceh dan Sumatera Utara –dua provinsi yang bersebelahan— terlibat perselisihan dan meramaikan jagat pemberitaan dalam beberapa pekan terakhir. Perselisihan batas…
Jika ada isu yang paling ramai dibicarakan media belakangan ini, ormas atau organisasi masyarakat bisa jadi salah satunya. Amplifikasi pemberitaan…
Minggu, 18 Mei 2025 suasana haru menyelimuti upacara penyerahan 39 siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang telah menyelesaikan Program Pendidikan…
Era awal tahun 2000-an, saat saya menjadi jurnalis di sebuah media, setiap hari saya menyaksikan bagaimana staf kantor satu kementerian…
Nilai suatu brand menjadi satu elemen yang sangat penting dari satu bisnis. Perusahaan kini berlomba-lomba menginvestasikan dana yang tidak sedikit,…