Preloader
Binokular Hubungi Kami

Tom Lembong Berjaya di Media Sosial

Di siang hari yang cukup terik pada Jumat, 18 Juli 2025, Thomas Trikasih Lembong atau akrab disapa Tom Lembong memasuki ruang sidang Hatta Ali di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Wajahnya yang selalu tenang dengan dua lesung pipi, seolah berbanding terbalik dengan nasib yang dihadapinya. Siang itu, bersama warga yang selalu memenuhi peradilannya sejak hari pertama, nasib Tom Lembong akan ditentukan Majelis Hakim yang diketuai Dennie Arsan Fatrika.

Tom Lembong, Mantan Menteri Perdagangan dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di era mantan Presiden Joko Widodo sedang menunggu vonis atas dakwaan impor gula yang dianggap merugikan negara senilai Rp 578,1 miliar. Bagi yang mengikuti proses penegakan hukum oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) sejak akhir 2024, semua tahu penahanan Tom sarat akan kejanggalan.

Masa yang ditunggu tiba, Tom akhirnya divonis hukuman 4,5 tahun penjara plus denda Rp 750 juta karena divonis merugikan negara Rp 194 miliar, berkurang jauh dari dakwaan awal Rp 578,1 miliar. Majelis Hakim menyatakan Tom terbukti melakukan tindak pidana sesuai dengan unsur yang ada pada Pasal 2 UU Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Perbuatan yang dimaksud yaitu dengan memberikan izin ataupun mengetahui jika impor gula dilakukan bukan oleh perusahaan BUMN. Kemudian, Tom dianggap memperkaya pihak lain, dalam hal ini perusahaan swasta yang melakukan impor gula kristal mentah (GKM).

Hal yang memberatkan Tom ialah dianggap mengedepankan ekonomi kapitalis, tidak menjalankan tugas sebagai mendag secara akuntabel dan bertanggungjawab, dan mengabaikan kepentingan masyarakat sebagai konsumen akhir gula putih. Sedangkan hal meringankan adalah Tom belum pernah dihukum, tidak menikmati hasil korupsi yang dilakukan, bersikap sopan dan tidak mempersulit persidangan, serta ada uang yang dititipkan pada saat proses penyidikan ke penyidik Kejaksaan Agung.

Putusan vonis itu tentu saja janggal. Meski Tom diakui tidak menikmati hasil korupsi, Tom tetap didakwa bersalah. Bagaimana mungkin seseorang melakukan korupsi tanpa niat untuk memperkaya dirinya sendiri? Di satu sisi, hakim juga gagal membuktikan niat jahat (mens rea) Tom dalam perkara ini. Pengamat hukum Hardjuno Wiwoho, menyebut terdapat kekosongan argumentasi mendalam soal pembuktian mens rea atau niat jahat dari terdakwa.

“Ini aneh. Dalam hukum pidana modern, orang dihukum itu karena dua unsur terpenuhi: actus reus (perbuatan jahat) dan mens rea (niat jahat). Kalau mens rea tidak dibuktikan, dasar menjatuhkan pidananya jadi lemah,” ungkapnya seperti dikutip radarjogja.com. Sedari awal hingga pembacaan vonis, peradilan Tom Lembong memang dipenuhi absurditas. Aroma politisasi hukum menguar sejak Tom berlabuh ke kubu Anies Baswedan sebagai Co-Captain Tim Nasional Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN), calon presiden kompetitor Prabowo Subianto pada Pemilu 2024 lalu.

Karier Tom Lembong

Bagi lanskap investasi internasional, nama Tom Lembong bukan orang biasa. Tom memulai karier di Divisi Ekuitas Morgan Stanley di New York dan Singapura pada 1995, kemudian menjadi bankir investasi di Deutsche Securities Indonesia pada 1999-2000. Tom juga menjabat sebagai Senior Vice President dan Kepala Divisi di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada 2000-2002, yang bertugas merekapitalisasi sektor perbankan Indonesia setelah krisis keuangan 1998.

Pada 2006, Tom mendirikan private equity fund Quvat Management di Singapura, salah satu negara dengan sistem keuangan paling kredibel di dunia. Bagi lembaga investor global seperti BlackRock, Vanguard, dan Goldman Sachs yang mengelola dana hingga puluhan miliar US dollar, suara dan pendapat Tom Lembong yang akan dijadikan rujukan saat memasuki pasar Asia Tenggara, khususnya Indonesia.

Moncer di dunia keuangan, Tom masuk ke ranah politik. Bukan untuk menjadi kaya atau dekat dengan penguasa, dalam sebuah siniar jelang Pemilu 2024, Tom yang dikenal sebagai figur yang religius menyebutkan alasannya adalah sebagai bentuk balas budi ke masyarakat karena sudah diberkahi dengan rezeki dan kemudahan hidup oleh Tuhan.

Persinggungan pertamanya dengan dunia politik terjadi saat Tom aktif sebagai penasihat ekonomi dan penulis pidato untuk Presiden Jokowi saat masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Saat Jokowi naik menjadi presiden, Tom turut diangkat sebagai Menteri Perdagangan pada 2015-2016 dan kemudian sebagai Kepala BKPM pada 2016-2019, yang kini dikenal sebagai Kementerian Investasi. Bersama sahabatnya Anies Baswedan, Tom bahu-membahu menjadi pembantu Jokowi di periode pertama pemerintahan.

Meski menjabat sebagai Kepala BKPM, Tom masih berperan aktif menyusun pidato Presiden Jokowi di berbagai forum. Salah satu momen ikoniknya adalah pidato Jokowi bertajuk “Game of Thrones” yang disampaikan di pertemuan IMF-Bank Dunia di Bali pada 2018 dan pidato “Thanos” di Forum Ekonomi Dunia. Dalam pidatonya, Jokowi mengumpamakan kondisi ekonomi global tak ubahnya seperti cerita dalam serial televisi Game of Thrones. Presiden bahkan menyebut kata “winter is coming”, judul dari episode pertama serial Game of Thrones yang ikonik. Frasa ini merujuk pada keadaan sulit yang akan segera datang, memaksa seluruh negara untuk bersiap-siap dan saling membantu.

Kasus korupsi yang menyeret Tom juga terjadi di periode pertama pemerintahan Jokowi. Keputusan impor GKM yang menjadi objek perkara juga disebut sudah mendapat persetujuan Jokowi sebagai presiden melalui rapat kementerian termasuk Kementerian BUMN yang dipimpin Rini Soemarno. Sayangnya, selama 23 kali persidangan, Majelis Hakim tidak sekalipun mengabulkan usulan penasihat hukum Tom Lembong untuk menghadirkan Jokowi dan Rini Soemarno sebagai saksi. Pengacara Tom Lembong, Zaid Mushafi mengatakan, karena dua orang penting itu tidak dihadirkan, dalil jaksa dalam tuduhan pelanggaran hukum terhadap Tom menjadi tidak utuh bahkan bertentangan satu sama lain.

Perpecahan dengan Jokowi mulai terjadi pada periode kedua pemerintahan setelah Tom tidak lagi menjabat sebagai Kepala BKPM. Tom lalu merapat ke Anies Baswedan yang sudah menjadi Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022. Peran baru Tom adalah menjadi Komisaris Utama PT Pembangunan Jaya Ancol, badan usaha milik daerah (BUMD) Provinsi DKI Jakarta.

Kongsi Tom dan Anies kian erat. Sebagai sahabat sejak lama, Tom tahu kapasitas Anies, begitu juga sebaliknya. Saat Anies maju sebagai capres, Tom turut menyokong sebagai co-captain dan mastermind program-program kampanye Anies yang berpasangan dengan Muhaimin Iskandar. Manuver politik Tom, seperti yang sudah ia duga, mengundang marabahaya karena beroposisi dengan pemerintah. Dalam pledoinya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu 9 Juli 2025, Tom mengklaim pernah diingatkan oleh orang-orang di sekitarnya jika tetap mendukung Anies Baswedan. Tom menyebut surat perintah penyidikan ini terbit pada 3 Oktober 2023, sebulan kemudian Tom masuk ke tim pemenangan Anies. Bagi Tom, sinyal dari penguasa sangat jelas, terutama dari mantan bosnya, Jokowi.

Analisis Media Sosial

Jika menyaksikan peradilan Tom Lembong dari awal hingga pembacaan vonis pada 18 Juli 2025, kita bisa melihat antusiasme warga mendukung Tom Lembong. Ruang sidang selalu terisi penuh, sebagian bahkan tertahan di luar gedung. Mereka adalah warga biasa simpatisan Tom Lembong yang juga terafiliasi dengan kelompok pendukung Anies Baswedan. Bahkan, pasca pembacaan vonis, pendukung Tom Lembong yang didominasi ibu-ibu berusaha masuk ke gedung untuk mencari hakim dan jaksa.

Tidak hanya warga biasa, dukungan secara langsung juga diberikan kolega Tom seperti Anies Baswedan, mantan Ketua KPK Saut Situmorang, Refly Harun, dan Rocky Gerung. Kehadiran tokoh publik untuk memberi dukungan menjadi magnet media dalam meliput persidangan Tom Lembong. Atmosfer yang sama, rupanya juga terjadi di ranah media sosial.

Kami memantau trafik percakapan dengan kata kunci “Tom Lembong” di X dan Instagram melalui social media tool Socindex. Hasilnya, ditemukan engagement yang cukup tinggi di kedua platform tersebut selama periode 1-21 Juli 2025. Instagram menjadi media sosial yang paling aktif dengan 3,6 juta engagement, 504 talks, 3,5 juta likes, dan melibatkan 6,1 juta audiens. Sedangkan X, meraih 833 ribu engagement, 16.712 talks, 621 ribu likes, dan melibatkan 1 juta lebih audiens.

Statistik media sosial dari Socindex tentang percakapan dan respons publik terkait isu korupsi dan impor gula di platform X dan Instagram selama 1–21 Juli 2025.
Gambar 1. Statistik media sosial

Volume talk di platform X terpantau cukup masif, mengindikasikan tingginya diskursus di kanal ini. Karakter platform X yang memungkinkan pengguna mencuit ulang komentar atau unggahan orang lain, membuka peluang terbukanya ruang percakapan yang baru. Dus, berimplikasi pada tingginya angka talk di X.

Grafik dari Socindex yang menunjukkan lonjakan engagement di media sosial X dan Instagram terkait Tom Lembong pada pertengahan Juli 2025.
Grafik 1. Perbandingan linimasa engagement antara X (kiri) dan Instagram (kanan). Sumber: Socindex

Meski sama-sama menghasilkan engagement yang tinggi, ditemukan lagging persebaran informasi di Instagram. Sidang pembacaan vonis yang berlangsung pada 18 Juli 2025, langsung tersirkulasi ke platform X di hari itu juga. Statistik engagement dengan kata kunci “Tom Lembong” pada 18 Juli 2025 di X mencapai titik tertingginya dengan 580 ribu engagement. Sebaliknya, engagement di Instagram baru melonjak keesokan harinya berkat ledakan volume hingga 1,63 juta engagement.

Di Instagram, konten pemengaruh Ferry Irwandi yang menyajikan rangkuman kasus ini menjadi konten yang paling banyak mendapat likes dan komentar. Socindex mencatat, kontennya di akun @irwandiferry mendapat 686 ribu likes dan 21 ribu komentar. Konten Ferry yang cenderung membela Tom dengan menyebut vonisnya sebagai keputusan ambigu mendapat dukungan dari warganet.

Unggahan Instagram dari Ferry Irwandi yang merangkum kasus dugaan korupsi impor gula oleh Tom Lembong dalam persidangan, dengan latar hakim di ruang sidang.
Gambar 2. Unggahan Ferry Irwandi di Instagram

Setali tiga uang, cuitan yang mendapat trafik likes dan retweet tertinggi juga unggahan yang memberi dukungan pada Tom Lembong. Cuitan dari akun fanbase @TxtdariHI menjadi cuitan yang paling banyak mendapat likes dan paling banyak dicuit ulang. Dalam cuitan itu, @TxtdariHI menyebutkan Tom Lembong tidak layak diperlakukan seperti ini.

Unggahan X (Twitter) viral dari akun @TxtdariHI pada 18 Juli 2025 yang membela Tom Lembong terkait kasus korupsi impor gula, dengan 1,8 juta tayangan dan puluhan ribu interaksi.
Gambar 3. Cuitan @TxtdariHI

Cuitan ini mendapat 67 ribu likes, 366 komentar, dan dicuit ulang sebanyak 25 ribu kali. Adapun cuitan dari @IndoPopBase yang menyebut Tom Lembong diperkirakan baru bebas pada akhir masa pemerintahan Prabowo-Gibran mendapat komentar terbanyak dengan 683 komentar.

Gambar 4. Top likes konten di X. Sumber: Socindex

Statistik media sosial X dan Instagram menempatkan konten-konten bernada dukungan ke Tom sebagai unggahan terpopuler. Konten yang berisi dukungan ke Tom Lembong, kritik pada sistem hukum yang tebang pilih, dan ancaman kriminalisasi yang bisa menyerang siapa saja menjadi topik teratas percakapan warganet. Bahkan jika melihat lima sampai sepuluh konten yang paling banyak mendapat likes di Instagram maupun X, semua kompak menunjukkan dukungan ke Tom Lembong dan kritik pada hukum yang tidak berkeadilan.

Komentar Warganet Mendukung Tom

Kami memverifikasi secara manual komentar warganet di platform X dan Instagram (termasuk Threads). Selama 1-21 Juli 2025, ditemukan 21.105 komentar dari kedua platform tersebut. Setelah menyingkirkan konten yang tidak relevan, kami menganalisis 7.948 sampel komentar yang relevan dengan kasus Tom Lembong. Klusterisasi dilakukan dengan memberi topik dan sentimen. Komentar yang bernada positif mengindikasikan dukungan untuk Tom Lembong, sebaliknya, komentar negatif berisi serangan terhadap Tom dan meminta Tom untuk dihukum. Adapun komentar netral adalah konten berita di media sosial.

Gambar 5. Analisis komentar warganet di X dan Instagram

Hasilnya, sebanyak 5.654 komentar bernada positif yang berisi dukungan untuk Tom, lalu 1.952 komentar negatif yang meminta Tom dihukum dan memuji sidang berjalan dengan transparan, serta 342 konten netral berupa berita di media sosial. Dari analisis persepsi menunjukkan mayoritas warganet atau sebanyak 71,1% mendukung Tom melalui media sosial.

Kami juga membedah topik apa saja yang banyak dibahas warganet terkait Tom Lembong. Ternyata, 2.292 komentar menyebutkan kasus ini adalah bentuk kriminalisasi kepada Tom. Uniknya, komentar yang kontra dengan pernyataan tersebut, membuntuti di peringkat kedua dengan 1.106 komentar. Netizen yang masuk kelompok ini menyebut sidang sudah berjalan dengan transparan dan meminta publik untuk menghormati putusan hakim. Tampak ada upaya pembentukan kontra opini yang berseberangan dengan pendapat masyarakat.

Dua unggahan media sosial dari pendukung keputusan vonis 4,5 tahun untuk Tom Lembong dalam kasus korupsi impor gula; satu membela proses hukum dan satu menyoroti penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Tom Lembong.
Deretan unggahan media sosial pada 20 Juli 2025 yang mengajak publik menghormati proses hukum terhadap Tom Lembong dalam kasus korupsi impor gula, dengan tagar #VonisTanpaIntervensi.
Gambar 6. Konten terindikasi buzzer di kasus Tom Lembong

Analisis lanjutan menemukan komentar di kelompok ini terindikasi buzzer, ditunjukkan dengan kemiripan komentar, template foto, dan penulisan tagar yang seragam seperti #VonisTanpaIntervensi, #KolaborasiAntiKorupsi, dan #ProsesHukumAdil. Lalu, apakah komentar warganet yang pro dengan Tom Lembong juga organik?

Grafik batang dari Socindex yang menunjukkan jumlah akun bertipe human, cyborg, dan robot dalam diskusi media sosial terkait Tom Lembong dan kasus korupsi impor gula.
Grafik 3. Analisis bot score media sosial. Sumber: Socindex

Socindex mencatat, unggahan dari human atau konten organik mendominasi percakapan. Artinya, seluruh narasi yang ditampilkan dalam kasus Tom Lembong mayoritas datang dari akun-akun organik. Angka ini juga mengindikasikan percakapan warganet berjalan natural tanpa upaya pembentukan opini, kecuali buzzer yang digerakkan untuk melakukan kontra narasi.

Infografik dari Newstensity yang menunjukkan analisis sentimen pemberitaan media terkait Tom Lembong dalam kasus korupsi impor gula, dengan 51,8% berita bernada positif dan distribusi pemberitaan tertinggi berasal dari kompas.com.
Gambar 6. Sentimen berita dan media

Setali tiga uang, narasi media massa juga mendukung Tom Lembong. Newstensity, alat media monitoring berita, menemukan 3.678 berita yang relevan dengan kasus Tom selama sepekan antara 17-23 Juli 2025. Setengahnya atau 1.907 berita adalah berita positif yang mendukung Tom Lembong, 1.310 berita netral yang didominasi pembacaan vonis dan pengajuan banding Tom, dan 461 berita negatif yang menyudutkan Tom. Dari sebaran lima media teratas, didominasi media-media mainstream seperti kompas.com, tempo.co, tribunnews.com, dan detik.com. Tampak narasi pemberitaan dari media juga mayoritas bernada positif.

Epilog

Tom memang sudah diputus bersalah oleh Hakim Tipikor. Uniknya, baru kali ini kasus korupsi mendapat dukungan sedemikian masif dari publik, baik melalui kehadiran langsung maupun di media sosial. Analisis juga menunjukkan dukungan itu organik, bukan orkestrasi dari Tom Lembong. Dengan dukungan tulus seperti itu, apakah Tom justru korban dari kekuatan yang lebih besar?

Penulis: Khoirul Rifai (Jangkara), Ilustrasi: Aan K. Riyadi

Wawasan Lainnya

Viralitas Pacu Jalur dan Budaya Indonesia

Olah raga pacu jalur belum lama ini menjadi viral dan dikenal masyarakat luas baik di Indonesia maupun luar negeri dalam…

Langkah Besar, Risiko Besar: Apakah Indonesia Siap di BRICS? 

Dalam satu dekade terakhir, peta ekonomi dunia mengalami pergeseran tajam. Blok negara-negara berkembang yang tergabung dalam BRICS —yakni Brazil, Rusia,…

Robodog & Humanoid Polri: Gimik atau Futuristik?

Selama kurun waktu dua minggu terakhir, topik Robodog dan Humanoid Polri cukup masif diberitakan baik media cetak, online maupun elektronik….

Menelisik Narasi Penyanderaan Philip Mark Mehrtens

Pesawat Susi Air tipe Pilatus Porter terbakar di landasan Paro, Nduga, 7 Februari 2023. Dalam hitungan jam, Tentara Pembebasan Nasional…

MoU Kejagung dan Operator Telekomunikasi: Antara Penegakan Hukum dan Ancaman Privasi

Kerja sama antara Kejaksaan Agung (Kejagung) dan empat operator telekomunikasi yang baru saja diteken memicu perdebatan publik. Kerja sama tersebut…

AI: Tidak Sekadar If Else

Kecerdasan buatan (AI) lahir dari mimpi menciptakan mesin yang mampu meniru pemikiran manusia. Dimulai dari Turing Test yang diperkenalkan Alan…

Akseleran dan Musim Gugur Fintech Lending

Musim gugur fintech di Indonesia tampaknya masih belum berakhir. Teranyar, PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia atau lebih dikenal sebagai Akseleran…

Rumah Subsidi Mungil: Antara Aksesibilitas dan Kelayakan

Lippo Group menampilkan usulan konsep rumah subsidi di Lobby Nobu Bank, Plaza Semanggi, Jakarta. Lippo Group memberikan dua mock up…

Sengketa Empat Pulau: Ketika Batas Wilayah Memicu Ketegangan Aceh & Sumatera Utara

Aceh dan Sumatera Utara –dua provinsi yang bersebelahan— terlibat perselisihan dan meramaikan jagat pemberitaan dalam beberapa pekan terakhir. Perselisihan batas…

#SaveRajaAmpat: Bahu Membahu Menyelamatkan Surga Kecil di Bumi

Sejak awal Juni, tekanan publik terhadap tambang nikel di Raja Ampat kembali mencuat, terutama setelah aksi Greenpeace pada konferensi energi…